Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Semen Mulai Menggeliat, Ini Rekomendasi Untuk Saham Produsen Semen

Kompas.com - 09/04/2019, 13:12 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam lima tahun terakhir, industri semen menunjukkan kinerja negatif akibat kelebihan kapasitas.sebagai dampak banyaknya pemain semen baru yang meramaikan pasar. Tahun ini, industri sektor semen diperkirakan akan membukukan kinerja positif untuk yang pertama kalinya dengan rasio antara kapasitas dan permintaan yang semakin meningkat.

Bahana Sekuritas memperkirakan permintaan semen sepanjang tahun ini akan bertumbuh sekitar 4-5 persen atau pada kisaran 74-74 ton. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan permintaan tahun lalu. Namun, yang menyebabkan kinerja sektor semen akan lebih baik sepanjang 2019 karena kapasitas industri diproyeksikan sebesar 110 juta ton.

Analis Bahana Sekuritaa Adrianus Bias Prasuryo mengatakan, terakhir kalinya masa gemilang sektor semen yakni pada 2012, saat konsumsi mencapai 48 juta ton dengan kapasitas industri sebesar 50 juta ton. Sehingga rasio kedua mendekati 100 persen. Melihat permintaan semen yang sangat besar, banyak pemain kecil yang ikut meramaikan sektor ini sehingga oversupply terus terjadi hingga 2017, yang membuat perang harga tidak dapat dihindari. Hal ini membukukan kinerja yang negatif.

"Pada kuartal pertama tahun ini, beberapa perusahaan semen sudah akan membukukan kinerja positif sebagai dampak dari kenaikan harga yang terjadi sejak tahun lalu dan nilai tukar yang menguat serta masih turunnya harga batubara,’’ ujar Adrianus dalam keterangan tertulis, Selasa (9/4/2019).

Baca juga: Semen Indonesia Beli 80 Persen Saham Holcim Senilai Rp 13,57 Triliun

Adrianus mengatakan, kinerja positif industri semen terjadi seiring nilai tukar yang stabil dan turunnya harga batu bara. Sebab, sekitar 60-70 persen beban biaya industri semen berasal dari nilai tukar dan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar produksi. Ditambah lagi, pada semester 2 tahun lalu, industri sudah menaikkan harga meski baru sekitar 5 persen.

"Naiknya permintaan pada tahun ini juga berasal dari sektor properti yang di beberapa tempat sudah terlihat ada permintaan meski masih didominasi dari kelas menengah ke bawah," kata Adrianus.

Dengan kondisi perekonomian yang semakin baik, kata Adrianus, diperkirakan permintaan terhadap properti juga akan semakin besar sehingga akan mendongkrak penjualan semen. Penguatan rupiah yang berkelanjutan dan potensi turunnya harga batubara juga akan semakin membuka kinerja positif bagi semtor semen. Berlaku sebaliknya, pelemahan rupiah, naiknya harga batubara, serta stagnannya permintaan properti bisa menjadi risiko bagi industri semen.

Dengan prospek positif ini, Bahana Sekuritas memberi rekomendasi beli untuk saham PT Indocement Tunggal Perkasa, dengan target harga Rp 22.200 perlembar saham. Perusahaan berkode saham INTP ini akan mendapat keuntungan dari redanya kompetisi, khususnya wilayah Jawa Barat dan perseroan yang tahun lalu membukukan profit yang sangat rendah. Hal ini akan berdampak pada peningkatan profit yang cukup tinggi pada tahun ini, serta aksi merger dan akuisisi yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, sudah akan menyumbang kinerja positif bagi profit perseroan.

Sementara itu, Bahana Sekuritas merekomendasikan tahan untuk saham PT Semen Indonesia (SMGR), dengan target harga Rp 13.200. Hal yang sama berlaku untuk saham PT Holcim Indonesia atau yang dikenal dengan kode saham SMCB, dengan target harga Rp 2.100, serta saham PT Semen Baturaja atau berkode saham SMBR dengan target harga Rp 1.570.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com