Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 10 Isu Ekonomi yang Harus Diperhatikan dalam Debat Capres Terakhir

Kompas.com - 11/04/2019, 17:18 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyelenggarakan debat kelima untuk pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 dan 02, Joko Widodo-Ma'ruf Amin serta Prabowo-Sandiaga Uno dengan tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi, serta Perdagangan dan lndustri. 

Ekonom Senior Institute fpr Development of Economics and Finance (INDEF) M Nawir Messi mengatakan setidaknya terdapat 10 isu yang harus menjadi perhatian dalam debat pamungkas tersebut.

Kesepuluh isu tersebut terkait masalah pertumbuhan ekonomi hingga inkonsistensi kebijakan subsidi energi.

"Kalau kita bicara kualitas pertumbuhan, saya kira kuantitas dan kualitas pertumbuhan lima tahun ke depan harus jadi fokus," ujar Nawir di Jakarta, Kamis (11/4/2019).

Baca juga: Debat soal Ekonomi, Jokowi Siapkan Amunisi dan Tameng

Perkara pertumbuhan ekonomi, tak hanya soal risiko Indonesia terjebak dalam middle income trap, tetapi juga masih adanya ketimpangan pembangunan yang tercermin dari kontribusi pulau Jawa terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) yang cendrung tak berubah.

Lima tahun lalu (2014) porsi Jawa terhadap PDB sudah mencapai 57,4 persen, saat ini (2018) porsi Pulau Jawa justru naik menjadi 58,48 persen.

"lni menggambarkan bahwa pembangunan masih Jawa sentris," ujar Nawir.

Baca juga: Berinovasi dan Keluar dari “Middle Income Trap”

Isu kedua adalah daya beli yang tidak tergugah, saat inflasi cenderung rendah. Tren inflasi rendah yang terjadi saat ini, yaitu sebesar 2,48 persen secara tahunan (yoy) per Maret 2019 tidak mampu menstimulasi kegiatan ekonomi terutama konsumsi.

"Hal ini terjadi karena seiring melandainya inflasi, pertumbuhan konsumsi juga mengalami stagnansi,"ujar Nawir.

Hal ketiga, Indonesia masih kalah dalam mengungkit daya saing jika dibandingkan dengan negara kawasan.

Hal keempat, impor tetap akan terjadi siapapun yang menduduki posisi presiden.

Baca juga: Mendag: Kalau Kita Mau Ekspor, Berarti Harus Ada Impor...

"Impor menjadi suatu yang pasti, menghentikannya adalah sesuatu yang utopis. Hal ini disebabkan dua faktor utama di antaranya semakin rendahnya output di sektor pertanian dan petemakan sementara pertumbuhan penduduk, terutama kelas menengah, terus meningkat dan sektor industri yang masih mengandalkan bahan baku impor," ujar Nawir.

Yang kelima, Indonesia mengalami deindustrialisasi yang lebih cepat dari negara ASEAN lainnya. Padahal, deindustrialisasi sebenarnya adalah hal yang lumrah.

Isu keenam yang harus diperhatikan adalah frekuensi perdagangan Indonesia yang cenderung lebih rendah dibandingkan negara kawasan.

Isu ketujuh terkait revolusi industri 4.0 dianggap sekadar euforia dan gimmick politik.

Baca juga: Benarkah Industri 4.0 Hilangkan Peran Manusia?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com