Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Duga Ada 4.000 Transaksi Mencurigakan di Fintech

Kompas.com - 30/04/2019, 14:06 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut telah menduga sekitar 4.000 lebih transaksi mencurigakan di dalam layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) selama masa pemilu.

"Kami menduga ada sekitar 4.000 lebih transaksi mencurigakan," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Hukum Bagi Penyelenggara Fintech di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Kepala PPATK mengatakan, 4.000 transaksi yang masuk dalam kategori transaksi mencurigakan tersebut telah terduga sebagai hasil kejahatan, terdapat upaya melakukan penghindaran, dan yang sebelumnya dicurigai oleh PPATK.

Baca juga: Pinjaman Fintech Sudah Menembus Rp 28,36 Triliun, Ini Penyebabnya

Selain itu, ada 13 parameter yang membuat PPATK menandainya sebagai transaksi mencurigakan, seperti terdapat kata-kata yang menjurus dalam penggelapan maupun pencucian uang.

"Untuk menjaring ini dibuatlah parameter yang didalamnya berkaitan dengan kampanye, terdapat kata-kata "pelunasan", "hadiah", dan sebagainya. Kalau tidak salah ada 13 parameter," ucap Kepala PPATK.

Kendati telah terduga, tidak semua transaksi mencurigakan itu melakukan tindak kejahatan, sehingga timnya akan terus mengkaji hal ini.

"Jadi semuanya ini belum tentu melakukan tindak pidana, harus kita dalami. Mungkin saat ini transaksi mencurigakan terus bertambah juga," kata Badar.

Baca juga: Revolusi Senyap Industri Fintech Indonesia

Sedangkan, untuk pencucian uang, pihaknya belum bisa memprediksi besarannya karena masih dalam pengkajian. Apalagi, saat ini belum ada peraturan resmi yang mewajibkan fintech melaporkan transaksinya.

"Belum ada, kita terus mendalami, melengkapi, dan menggalinya. Kita tunggulah hasilnya. Karena tidak segampang itu mengatakan bahwa suatu laporan transaksi uang memenuhi unsur tindak pidana. Jadi harus dikaji lagi lebih dalam," tutur Badar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com