Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota, Ini Kata Pengusaha

Kompas.com - 04/05/2019, 12:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyambut baik wacana pemerintah untuk memindahkan ibu kota.

Ia menganggap, hal tersebut akan memicu pertumbuhan dan ekonomi di daerah yang baru. Namun, pemerintah diminta mempersiapkannya secara matang dari segala aspek.

"Sifat dari pemindahan ibu kota itu jangka panjang. Perlu persiapan mulai dari tata ruang, kesiapan dana, kesiapan daerah itu, dan sebagainya," ujar Hariyadi di Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Untuk mempersiapkan hal tersebut, kata Hariyadi, tak mungkin selesai dalam lima tahun. Proses itu harus berjalan berkelanjutan hingga masa presiden berikutnya. Oleh karena itu, perlu ada payung hukum yang kuat. Jangan sampai berhenti di tengah jalan hanya karena kebijakan pemerintah selanjutnya berbeda. Pengusaha, kata Hariyadi, perlu jaminan jangka panjang bahwa pemindahan ibu kota tak berhenti di tengah jalan.

"Kalau nanti ganti presidennya 5 tahun lagi itu tidak jalan, nanti akan merugikan kita semua. Kan sudah keluar uang," kata Hariyadi.

Kota Terpadat

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengungkapan setidaknya tiga alasan mengapa Ibu Kota harus pindah dari Jakarta.

Pertama, kondisi Jakarta yang sudah sangat padat penduduk. Saat ini jumlah penduduk Jakarta kata Bambang, mencapai 10,2 juta. Jakarta merupakan kota terpadat keempat di dunia setelah Manila, New Delhi dan Tokyo.

Padatnya jumlah penduduk di Jakarta kian menjadi-jadi karena ditopang oleh sejumlah kota yang juga punya populasi besar. Tercatat kota Bekasi memiliki 2,4 juta penduduk, Depok 2,1 juta penduduk, Tangerang 2 juta penduduk, dan Tangerang Selatan 1,5 juta penduduk.

Kedua, kemacetan. Selain pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi magnet ekonomi karena bertindak pula sebagai pusat bisnis.

Hal ini membuat lalu lintas di Jakarta tak karuan. Kemacetan parah sudah bukan hal aneh, bahkan terjadi hampir setiap hari, sementara keberadaan jalan hanya 6,2 persen dari luas wilayah.

Idealnya, kata Bambang, ruas jalan suatu kota minimal 15 persen dari luas wilayah. Bahkan, ucapnya, berdasarkan survei 2017, Jakarta merupakan kota keempat terburuk di dunia untuk kondisi lalu lintas saat jam sibuk.

Ketiga, beban lingkungan. Bambang mengatakan, Jakarta rawan banjir. Hal ini terjadi akibat penurunan permukaan tanah di pantai utara Jakarta yang mencapai 7,5 cm per tahun. 

Bila dihitung dari 1989 sampai 2007 saja, penurunan tanah sudah mencapai 60 cm. Sementara itu permukaan air laut terus naik dan kualitas sungai di Jakarta juga sudah tercemar berat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com