Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Akui Belum Dapat Pembayaran dari Mahata

Kompas.com - 08/05/2019, 22:43 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018 sempat menuai polemik. Pasalnya, tiba-tiba maskapai plat merah itu mebukukan laba setelah sempat menelan kerugian.

Setelah diusut, ternyata keuntungan Garuda itu didapat dari kontrak kerja sama penyediaan layanan konektivitas wi-fi dalam penerbangan dan hiburan pesawat dari PT Mahata Aero Teknologi. Namun, keuntungan itu masih berbentuk piutang.

Meski masih dalam bentuk piutang, Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan, hal tersebut boleh dimasukan ke dalam laporan keuangan. Sebab, hal tersebut sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23.

“Yang sudah kita lakukan itu sesuai dengan PSAK. Piutang kita yakin bisa diselesaikan. Meski Mahata Group masih startup company, tapi mereka punya bisnis model yang bagus," ujar Fuad di Tangerang, Rabu (8/5/2019).

Baca juga: Tarif Batas Atas akan Diturunkan, Ini Komentar Garuda Indonesia

Menurut Fuad, piutang tersebut bisa dimasukan ke dalam laba jika memenuhi empat kriteria. Pertama, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Kedua, kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut mengalir ke entitas. Ketiga, tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal.

Dan keempat biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal.

Garuda sendiri memiliki kontrak kerjasama dengan Mahata selama 15 tahun dengan nilai 241 juta dollar AS.

Kendati begitu, hingga saat ini Fuad mengaku belum menerima pembayaran dari Mahata.

“Belum ada pembayaran dari Mahata. Karena Mahata sedang melakukan finalisasi dengan investornya,” kata Fuad.

Sebelumnya, diberitakan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tahun lalu ditolak oleh dua komisarisnya yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.

Chairal Tanjung merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Dony wakil dari Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham GIAA.

Penolakan keduanya didasarkan atas Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektiivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018 lalu beserta perubahannya.

Dari perjanjian tersebut, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar 239,94 juta dollar AS yang sebesar 28 juta dollar AS yang didapatkan dari bagi hasil yang didapatkan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com