Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pindah Ibukota Jadi Solusi Ekonomi RI yang Jawa Sentris?

Kompas.com - 17/05/2019, 09:32 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Realisasi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta kian dekat. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemindahan ibu kota baru dilakukan untuk mempermudah rentang kendali pemerintahan.

Mantan Menteri Keuangan ini menilai, dengan letak ibukota negara yang saat ini berlokasi di Jakarta, persebaran ruang di Indonesia sangat timpang. Laju pertumbuhan ekonomi antara kawasan barat dan timur pun tidak seimbang.

“Sudah terlihat betapa tidak seimbang dan idealnya persebaran ruang di Indonesia. Baik dari segi populasi maupun ekonomi,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Dominasi Jawa

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal I 2019 sebesar 5,07 persen. Pulau Jawa masih menjadi kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 59,03 persen yang kemudian diikuti Sumatera dengan 21,36 persen.

Angka tersebut sangat timpang jika dibandingkan dengan pulau lainnya, yaitu Kalimantan sebesar 8,26 persen, Sulawesi 6,14 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,02 persen serta terakhir Maluku dan Papua 2,19 persen.

Tak hanya itu, laju pertumbuhan kawasan barat jauh lebih cepat dibanding kawasan timur Indonesia.

“Artinya potensi kesenjangan makin melebar. Bukan mengecil. Ini agak mengkhawatirkan karena selain barat sudah mendominasi tumbuhnya lebih cepat pula,” kata Bambang.

Ia menilai, dominasi Jawa terhadap perekonomian Indonesia sejatinya tidak salah. Sebab, pembangunan di Jawa lebih masif dan memiliki banyak industri pengolahan serta jasa yang terus berkembang. Lebih detail, kawasan metropolitan Jabodetabek bahkan memiiki kontribusi PDB nasional mencapai 20 persen.

“Memang sisanya 80 persen itu angka yang besar. Tapi kalau melihat besarnya luas wilayah di luar Jabodetabek, itu besar sekali. Artinya, satu per lima kegiatan ekonomi itu berebut di Jabodetabek,” tuturnya menambahkan.

Bukan solusi tunggal

Karena itu, Bambang mengatakan, pemerintah harus sudah memikirkan peta spasial yang ideal untuk mendukung pemerataan. Bukan hanya dari sisi ekonomi saja, tapi juga daya dukung yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Untuk itulah, pemerintah telah menyiapkan konsep penopang ibu kota baru, yaitu pengembangan 10 wilayah metropolitan.

“Membangun ibu kota baru bukan satu-satunya solusi, ada solusi lain yang sudah dirancang yaitu mengembangkan 10 wilayah metropolitan,” katanya.

Bambang menerangkan, dengan dikembangkannya 10 wilayah metropolitan, maka ekosistem perekonomian di luar Jawa yang selama ini hampir tak tersentuh bisa diperkuat.

“Membuat perencanaan kota tidak berdasar wilayah administrasi tapi wilayah metropolitan karena itu realistisnya, percuma ngutak-ngatik Jakarta kalau kota-kota sekelilingnya dan konektivitasnya tidak diprioritaskan,” lanjut dia.

Bambang mengatakan, dari 10 itu pengembangan metropolitan tersebut, setidaknya hanya ada 4 daerah di Jawa, sedangkan mayoritasnya akan tersebar di luar pulau Jawa. Untuk wilayan Jawa terdapat Bandung, Semarang, Surabaya dan Jakarta. “Selain itu ada Medan (Binjai, Deli, Serdang, Karo), Palembang, Banjar, Makassar, Manado, Denpasar,” kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Whats New
Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Work Smart
Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Whats New
Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Whats New
Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Whats New
Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Whats New
HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com