Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman: Pemerintah Lamban Antisipasi Kenaikan Harga Tiket Pesawat

Kompas.com - 24/05/2019, 08:09 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sebesar 12-16 persen pada 15 Mei 2019. Ini dilakukan supaya harga tiket pesawat bisa segera turun.

Meskipun demikian, Anggota Ombudsman RI Alvin Lie berpendapat lain soal kebijakan itu. Pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dinilai terlambat mengatasi kenaikan harga tiket pesawat hingga akhirnya dikeluhkan masyarakat.

"Bahwa kondisi tiket pesawat saat ini (dikeluhkan) itu tidak lepas dari lambannya Menteri Perhubungan merevisi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB)," kata Alvin di Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Baca juga: Netizen Minta Harga Tiket Pesawat Kembali Murah, Ini Kata Menhub

Alvin menjelaskan, TBA yang selama ini dipakai sudah diterapkan sejak 2016. Namun, hingga kini satuan biaya angkut per kursi per penumpangnya tidak pernah direvisi sejak 2014 lalu.

Padahal sisi lain, biaya operasional yang harus ditanggung maskapai penerbangan sudah berubah atau alami kenaikan sejak 2014.

"Yang paling mudah dari sisi nilai tukar rupiah, gaji pegawai, biaya sewa fasilitas naik, harga avtur juga berubah. Itu berubah," ungkapnya.

Baca juga: Tiket Pesawat Mahal, AP I Kehilangan Keuntungan Rp 300 Miliar

Menurutnya, penurunan TBA tiket pesawat sebesar 12-16 persen yang dilakukan pemerintah akan memberatkan perusahaan maskapai penerbangan. Apalagi, aturan ini tidak diimbangi kenaikan satuan biaya angkut kursi per kilometer.

"Sehingga yang terjadi adalah maskapai ini tidak punya lagi fleksibilitas, ketika ramai dipasang harga tinggi, ketika sepi subsidi silang harga murah. Sekarang dengan pemerintah menurunkan TBA tidak akan menolong karena turun itu hanya TBA, sedangkan satuan biaya angkut kursi per kilometer nya tidak," ujarnya.

"Iini akan turun (harga tiket), kalau tadinya Rp 1 juta terus diturunkan paling-paling hanya maksimal Rp 850.000, sedangkan sebelumnya masih fleksibel itu mungkin pada saat sepi bisa minimum jadi Rp 400.000-Rp 500.000," sebut dia.

Baca juga: Benarkah Harga Tiket Pesawat Sudah Turun?

Alvin menambahkan, Ombudsman telah memberikan pendapat dan saran kepada Menhub terkait polemik harga tiket tersebut untuk menemukan solusi terbaik. Bahkan, Alvin mengungkapkan dirinya telah menyampaikan hal serupa secara pribadi di luar kapasitasnya sebagai anggota Ombudsman.

Alvin juga berpandangan dengan TBA yang diturunkan, sangat mustahil maskapai akan menurunkan harga di luar aturan tersebut.

"Dengan ini hampir mustahil airline bisa turun lebih dari 15 persen dari apa yang ditetapkan. Apa yang terjadi? Airline justru akan mengurangi frekuensi penerbangan ke kota-kota kecil yang jumlah penumpangnya tidak banyak atau bahkan menghentikan sama sekali. Itu untuk menutup rugi mereka," ungkapnya.

Baca juga: Menhub: Tiket Pesawat Mahal Jadi Berita Baik untuk Operator Bus

"Tentunya kalau pendapat dan saran sudah kami berikan, kalau nanti masih ada keluhan akan kami lakukan kajian lagi. Kalau tidak ya itu konsekuensi pemerintah dan pelaku bisnis tersebut," pungkasnya.

Diketahui, penurunan tarif TBA tiket pesawat sebesar 12-16 itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Aturan ini sudah efektif berlaku sejak 15 Mei lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com