Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Refleksi Hari Pajak, Boediono Minta Jangan Terlena dengan Keadaan

Kompas.com - 15/07/2019, 15:50 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden ke-11 RI Boediono pada perayaan Hari Pajak yang jatuh pada hari ini, Senin (14/7/2019) melakukan refleksi atas pelajaran historis dari sejarah perpajakan Indonesia.

Menurut dia, organisasi perpajakan RI yang mulanya merupakan warisan Belanda terus mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Dia mengatakan, peraturan perpajakan yang merupakan salah satu sumber penerimaan dalam negeri harus terus bisa berformasi dan tidak terlena dengan keadaan.

"Kalau kita pada masa tahun good years jangan terninabobokan oleh keadaan. Kita harus terus mencoba untuk melangkah lebih maju lagi secara fundamental," ujar Boediono di Jakarta, Senin (14/7/2019).

"Perlu jadi bagian pemikiran kita ke depan. Jangan menunggu ada krisis, baru sibuk cari solusi," lanjut dia.

Boediono menjelaskan, reformasi perpajakan yang pertama terjadi pada tahun 1980-an. Kala itu pemerintah tengah berupaya untuk menggeser ketergantungan pendapatan dari sektor migas.

Setidaknya, pemerintah memerlukan waktu 10 tahun untuk melepaskan ketergantungan terhadap migas baik dari segi APBN, neraca pembayaran, hingga ketenaga kerjaan. Walaupun, reformasi perpajakan yang dilakukan kala itu juga bersifat terpaksa lantaran harga komoditas anjlok.

"Kita dapat meningkatkan penerimaan negara dari non migas itu luar biasa karena ada reformasi organisasi perpajakan ini. Dan itu saya kira satu hal yang fundamental kita lakukan waktu itu," ujar Boediono.

Mantan Gubernur Bank Indonesia ini pun menjelaskan, pada era 1997-1998 ketika Indonesia menghadapi krisis yang cukup parah, Indonesia mendapatkan pelajaran kedua. Berbeda dengan tahun 1980an, kondisi kala itu lebih parah lantaran masalah yang menimpa Indonesia sangat fundamental.

"Kalau 1980-an awal komoditas harga turun, kita coba untuk mengatasi dengan membuat kebijakan yang fokus pada migas. Tetapi 1997-1998 krisisnya kerusakannya luar biasa," ujar dia.

Kerusakan yang terjadi pada masa itu sudah terlampau parah hingga merambah ke sektor riil. Sebab, penanganan masalah kala itu terlampau lambat.

"Waktu itu ramai sekali, banyak orang nganggur, harga-harga juga tinggi. Harga beras yang jadi fundamental naik dua hingga dua setengah kali dalam satu tahun. Bayangkan kalau hal itu terjadi di masa sekarang," ujar Boediono.

Untuk itulah, dia mengatakan, ketika menghadapi krisis, Indonesia harus bisa menangani inti permasalahan sedini mungkin. Berbagai perhitungan perlu untuk dilakukan, dan otoritas terkait pun perlu memantau opsi mana yang sekiranya paling riskan serta mana yang paling berisiko minimal.

"Kalau ada krisis, tanganilah sebaik mungkin dan sedini mungkin dengan preemptive action dan dampak kalau opsi ada. Ambil opsi dengan risiko minimal meski dengan biaya yang lebih besar, tapi bisa mengurangi ketidakpastian dari dampak suatu krisis," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Whats New
Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Work Smart
Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Whats New
Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Whats New
Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Whats New
Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Whats New
HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com