Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bursa Timah Dalam Negeri Diklaim Kalahkan Dominasi Singapura

Kompas.com - 07/08/2019, 12:09 WIB
Heru Dahnur ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Kehadiran bursa komoditi dalam negeri diklaim telah mematahkan dominasi Singapura dalam transaksi perdagangan logam timah.

Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) menyebut dalam kurun 4 tahun terakhir, penguasaan Singapura anjlok dari angka 82 persen pada 2014, menjadi 24 persen hingga akhir 2018.

Dalam waktu bersamaan, terjadi tren peningkatan pembeli dari sejumlah negara yang berhubungan langsung dengan bursa dalam negeri.

"Indonesia khususnya Bangka Belitung itu produsennya timah. Tapi selama ini kan orang taunya dagang di Singapura. Lalu Presiden mendorong bursa dalam negeri," kata Komisaris Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Fenny Wijaya kepada Kompas.com di Pangkal Pinang, Rabu (7/8/2019).

ICDX mencatat pergerakan signifikan. Hal ini terlihat dari pembelian dari Jepang, yang sebelumnya di angka 3,13 persen, naik menjadi 14,30 persen. Sementara Belanda dari 5,89 persen, naik menjadi 13,22 persen. 

Dia menuturkan, bursa timah dalam negeri kini didukung Pusat Logistik Berikat (PLB) yang saling terintegrasi serta ditujukan untuk menarik pembeli berkunjung ke daerah. PLB juga menjadi standar dan jaminan perbankan dalam mengucurkan pendanaan mereka.

"Dengan adanya PLB, komoditi bisa bertahan dulu sampai harga sesuai. Jadi mengapa kita harus dagang di luar negeri lagi. Bayangkan Singapura dengan lahan yang segitu, ongkosnya pasti lebih mahal," ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Permendag Nomor 35/2015 tentang semua transaksi timah diwajibkan melalui bursa timah. Selain bursa dalam negeri, ICDX, juga ada London Metal Exchange (LME) dan Kuala Lumpur Tin Market (KLTM).

CEO Indonesia Clearing House, Nursalam menambahkan, kehadiran ICDX dan PLB menjadi satu kesatuan sebagai terobosan dalam perekonomian Bangsa Indonesia. Sistem komoditi dalam negeri yang terintegrasi itu sekaligus menepis dugaan negara berisiko tinggi (Country Risk) di mata internasional.

"Dan memang harus ada komitmen bersama dan kepastian hukum. Jika satu kasus tidak cepat kita perbaiki, pembeli akan lari lagi," kata Nursalam.

  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com