Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Nasional Nilai UU Pelayaran Indonesia Belum Perlu Direvisi

Kompas.com - 13/08/2019, 10:12 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartarto menilai Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran belum perlu direvisi.

Menurut dia, sampai saat ini belum seluruh amanat dalam aturan itu dijalankan. Misalnya amanat untuk membentuk sea and coast guard sebagai badan tunggal penjaga laut dan pantai.

"Karena amanat dari UU belum berjalan seluruhnya, jadi kita belum dapat merasakan dengan total, apakah UU yang ada ini masih cocok atau sudah tidak cocok dengan keadaan di lapangan saat ini," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/8/2019).

Baca juga: IPC Kaji Pelayaran Langsung Jakarta-China

Carmelita menambahkan, sejauh ini para pengusaha pelayaran nasional menilai UU Pelayaran yang ada masih relevan diberlakukan. Jikapun ada kekurangan dapat dilakukan perubahan dengan mengubah peraturan turunannnya, seperti peraturan menteri, tanpa harus merevisi UU Pelayaran.

"Yang dibutuhkan para pengusaha pelayaran nasional kan kepastian usaha, dengan kepastian hukum dan kebijakan di sektor pelayaran. Agar pelaku usaha dapat berusaha lebih tenang," kata Carmelita.

Dia menilai wacana merevisi UU tersebut dikhawatirkan akan disusupi oleh kepentingan negara lain di sektor pelayaran nasional. Kepentingan negara lain itu misalnya dengan membuka aturan yang terkait asas cabotage.

Asas cabotage menegaskan angkutan laut dalam negeri menggunakan kapal berbendera merah putih, dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia. Hal ini seperti tertera dalam Pasal 8 ayat 1 dalam UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Baca juga: INSA Keluhkan Pengenaan Tarif Pelabuhan kepada Pelayaran

Asas cabotage dapat dimaknai sebagai kedaulatan negara (sovereign of the country). Kebijakan ini, sudah terbukti sukses menjaga kedaulatan negara dari aspek keamanan dan pertahanan negara.

Selain itu, asas cabotage juga telah sukses berdampak positif bagi ekonomi nasional, khususnya di sektor pelayaran dan sektor terkait lainnya. Hal ini terbukti dengan bertambahnya jumlah armada pelayaran nasional, dan kini pelayaran nasional juga telah mampu melayani distribusi seluruh angkutan kargo domestik dari Sabang hingga Merauke.

“Sangat sulit dibayangkan kalau kita sebagai negara maritim, justru kapal-kapal yang ada di Indonesia adalah kapal berbendera negara lain. Lalu jika terjadi keadaan force majere, seperti tsunami, apakah kapal berbendera negara lain itu akan membantu evakuasi korban? Justru kapal-kapal itu yang pertama pulang ke negara mereka kalau itu terjadi," ucap dia.

Menurut dua, dengan membuka asas cabotage, justru Indonesia mengalami kemunduruan. Karena Indonesia bukan satu-satunya negara yang memberlakukan asas cabotage.

Beberapa negara lain sudah lebih dulu menerapkan asas cabotage. Sebut saja seperti, Amerika Serikat, Jepang, China, Australia, atau Filipina.

“Atas beberapa pertimbangan ini, maka asas cabotage tidak boleh diganggu gugat, dan wajib dipertahankan,” ujar wanita yang akrab disapa Memei ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com