BrandzView
Konten kerja sama Kompas.com dengan KCN

Hadapi Gugatan Hukum, PT KCN Taat Aturan dan Tetap Profesional

Kompas.com - 20/08/2019, 20:00 WIB
Kurniasih Budi,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com
- Saat berpidato dalam sidang tahunan MPR, Jumat (16/8/2019) lalu, Presiden RI Joko Widodo mengapresiasi langkah-langkah Mahkamah Agung (MA) dalam berinovasi.

Saat ini, lanjut Jokowi, sistem peradilan berbasis elektronik diterapkan di setiap lingkungan lembaga peradilan. Dengan sistem itu, masyarakat kian mudah mendaftarkan perkara dan melakukan pembayaran.

Tak cuma itu, proses pemanggilan dan pemberitahuan sidang, serta penyampaian putusan peradilan pun telah dilakukan secara online. Lebih dari itu, MA mengembangkan e-court menuju e-litigasi.

“Saya mengapresiasi upaya MA dalam mewujudkan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Saya mendukung upaya MA untuk mempermudah rakyat dalam mencari keadilan. Saya mendukung upaya MA untuk membangun budaya sadar dan budaya taat hukum agar makin mengakar,” kata Jokowi saat itu.

Mantan Wali Kota Solo itu pun secara lugas mengapresiasi MA yang telah meresmikan 85 pengadilan baru di berbagai pelosok daerah, baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Syariah, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pada 2018, kinerja MA tampak cemerlang karena jumlah perkara yang tertunggak tinggal 906 kasus. Padahal, pada 2017, sisa perkara di Mahkamah Agung tercatat 1.388 kasus, dilansir mahkamahagung.go.id. Sementara itu, sisa perkara pada 2016 tercatat 2.357 kasus.

“Jumlah terendah sepanjang sejarah berdirinya MA,” ujar dia.

Mahkamah, ia melanjutkan, juga terus berbenah dengan melakukan beberapa langkah perbaikan. Langkah itu di antaranya pembaharuan dalam tata cara penyelesaian gugatan sederhana dan pembaharuan di bidang manajemen perkara.

Profesionalitas lembaga peradilan

MA serius dan profesional menangani berbagai perkara yang masuk. Termasuk, sengketa hukum antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN.

Kedua pihak berseteru sejak 2012. Saat itu, terjadi pergantian Direksi KBN di mana Sattar Taba menjabat Direktur Utama.

Rampungnya pembangunan pier atau dermaga 1 Pelabuhan Marunda, ternyata menimbulkan persoalan baru. Sattar Taba mengajukan perubahan komposisi saham.

Sattar yang dilantik Menteri BUMN saat itu yakni Dahlan Iskan, meminta KBN menjadi pemegang saham mayoritas di KCN, dengan porsi 50,5 persen.

Pada 2013 lalu, terjadi insiden pemblokiran akses menuju area pembangunan oleh KBN selama empat bulan. Akibatnya, pengoperasian pier 1 dan pembangunan tak bisa berlangsung.

Penutupan akses tersebut membuat KTU menyetujui adendum III, yakni kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing sebesar 50 persen.

Dalam persetujuan itu, KTU meminta KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dalam tenggat waktu 15 bulan.

Namun demikian, KBN tidak bisa memenuhi syarat tersebut hingga tenggat waktu yang ditetapkan. Pasalnya, penambahan modal tidak disetujui Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara merupakan salah satu proyek strategis nasional di sektor infrastruktur kepelabuhan.Dok. PT KCN Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara merupakan salah satu proyek strategis nasional di sektor infrastruktur kepelabuhan.
Lantas, pada Desember 2015 KBN dan KTU bertemu dan membahas untuk kembali ke perjanjian awal, yakni mengembalikan komposisi saham KTU sebesar 85 persen dan KBN 15 persen.

Artinya, ketentuan adendum III batal dengan kelahiran kesepakatan baru, yang dijadikan sebagai adendum IV. Adendum tersebut dibuat oleh Jaksa Pengacara Negara.

Setelah adanya kesepakatan itu, pengoperasian dan pembangunan Pelabuhan Marunda bisa dilanjutkan.

Kementerian Perhubungan menunjuk KCN untuk melakukan konsesi kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhan pada terminal KCN di Marunda. Perjanjian konsesi ini ditandatangani oleh Kemenhub dan KCN pada 16 September 2016.

Perkara konsesi itu ternyata berbuntut panjang. Pada 2018, KBN menggugat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan KCN ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pasalnya, kedua pihak menandatangani konsesi pelabuhan. Dalam perkara itu, KBN menuntut ganti rugi material Rp 1,820 triliun dan immaterial Rp 55,8 triliun.

Pada perjalanan kasus, PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan KBN dan konsesi dianulir. Selain itu, pengadilan memvonis KCN dan Kemenhub membayar ganti rugi RP 773 miliar.

Kasus itu terus berlanjut ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Saat ini, para pihak yang bersengketa tengah menanti putusan hukum dari lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu.

Komitmen pembangunan

Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi menegaskan, pihaknya terus melanjutkan pembangunan dermaga 2 Pelabuhan Marunda.

"Setelah pengerjaan dermaga satu selesai, komitmen kami adalah melanjutkan pembangunan dermaga dua dan tiga," kata dia dilansir Kompas.com (17/8/2019).

Widodo berharap, proses hukum yang tengah berjalan dapat menghasilkan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang ada.

"Apapun keputusannya nanti, kami taat regulasi dan hukum,” kata dia.

Ia mengatakan, KCN bakal merampungkan pembangunan 3 dermaga Pelabuhan Marunda hingga 2023 jika memenangkan proses hukum (legal standing).

Pemerintah telah menetapkan pembangunan Pelabuhan Marunda sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan penunjang Pelabuhan Tanjung Priok. Hingga kini, kata dia, PT KCN telah membiayai Rp 3,5 triliun dari total investasi Rp 5 triliun.

Sejumlah kapal bersandar di dermaga 1 Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.Dok. PT KCN Sejumlah kapal bersandar di dermaga 1 Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.
Menurut rencananya, ketiga dermaga Pelabuhan Marunda memiliki panjang 5.350 meter dengan areal pendukung seluas 100 hektar (ha). Ketiga dermaga itu memiliki fungsi yang berbeda, yakni pier 1 dan 2 untuk dermaga curah kering dan cair, sedangkan dermaga 2 untuk general cargo.

Sementara itu, kuasa hukum PT KCN Juniver Girsang menegaskan, berlarutnya perkara tersebut berdampak pada iklim investasi Indonesia. Menurut dia, investor menilai ada ketidakpastian usaha dan hukum dengan adanya kasus hukum tersebut.

“Ini bisa memberikan citra yang negatif bagi para investor, baik lokal maupun asing. Menurut saya, ini bentuk tak ada kepastian hukum dan usaha di negara ini,” kata dia dalam pernyataan tertulis, Senin (19/8/2019).

Namun demikian, pihak KCN berharap Mahkamah Agung mampu memberikan kepastian hukum sehingga mampu mendukung iklim investasi yang positif di Tanah Air.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com