Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Ini, Defisit BPJS Kesehatan Diprediksi hingga Rp 32,8 Triliun

Kompas.com - 27/08/2019, 18:33 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - BPJS Kesehatan sebelumnya sempat dilaporkan bakal mengalami defisit sebesar Rp 28,3 triliun hingga akhir tahun 2019.

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perkiraan tersebut bakal meningkat hingga Rp 32,8 triliun.

Perhitungan defisit tersebut sudah memperhitungan besaran defisit tahun lalu yang mencapai Rp 9,1 triliun.

"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta seperti ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp 32,8 triliun, lebih besar dari Rp 28,3 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah pun telah membayarkan iuran seluruh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus TNI, Polri dan ASN sepanjang tahun 2019 yang seharusnya dibayarkan setiap bulan.

Baca juga: Menkeu Usul Iuran Peserta BPJS Kesehatan Naik 100 Persen

Hingga saat ini pun, BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo lebih dari Rp 11 triliun.

"Dengan seluruh yang sudah kita bayarkan di 2019, BPJS masih bolong. Sekarang sudah ada outstaning lebih dari Rp 11 triliun belum terbayar, sementara pemasukan dari pemerintah sudah semua masuk," ujar Sri Mulyani.

Terdapat beberapa opsi yang bakal dilakukan pemerintah untuk bisa menyehatkan kondisi keuangan BPJS Kesehatan. 

BPJS Kesehatan pun telah mendapatkan beberapa rekomendasi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mulai dari persoalan kepersetaan hingga cleansing data penerima manfaat.

Jika BPJS menerapkan berbagai rekomendasi tersebut, Sri Mulyani memperhitungkan badan tersebut hanya akan mendapat tambahan sebesar Rp 5,01 triliun.

"BPJS masih akan bolong tahun ini," ujar dia.

Baca juga: Akar Masalah Defisit BPJS Kesehatan, Peserta yang Sudah Meninggal Pun Bisa Klaim...

Untuk menambal defisit tersebut, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000 sementara kelas II Rp 75.000 sementara untuk kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Walaupun demikian, efisiensi kenaikan iuran tersebut hanya akan terjadi pada tahun 2020.

Kementerian Keuangan pun memberi usulan untuk meningkatkan iuran lebih tinggi, di mana  peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.

Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000.

Dengan demikian, menurut perhitungan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan, BPJS Kesehatan berpotensi surplus sepanjang 2020 hingga 2023.

"Karena memang setelah dilakukan berbagai langkah-langkah perbaikan kepersetaan, manajemen rumah sakit, sistem pencegahan fraud dan kapitalisasi, BPJS masih bolong karena iuran memang masih underprice. Sehingga persoalannya bagaimana mengoreksi berdasarkan kondisi iuran tersebut," jelas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com