Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Kopi Menjanjikan, tetapi...

Kompas.com - 09/09/2019, 14:19 WIB
Rina Ayu Larasati,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kopi sedari dulu sudah menjadi bagian dari kehidupan orang Indonesia.

Tren konsumsi kopi pun belakangan ini juga meningkat, seiring dengan menjamurnya kafe dan waralaba gerai kopi. Ini membuat produksi kopi dalam negeri mampu terserap di dalam negeri pula.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sudah mulai mengurangi impor kopi dari luar negeri. Adapun impor kopi sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai 16.617 ton.

Volume tersebut turun drastis dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 65.168 ton.

Sejalan dengan fakta tersebut, penyerapan industri dalam negeri terhadap kopi robusta pada tahun ini naik hingga 14 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 350.000 ton. Adapun sisa dari produksi yang tidak diserap dalam negeri, diekspor oleh para produsen.

Baca juga: Dukung Petani Kopi, BCA Resmikan Dusun Kopi Sirap di Semarang

Pakar agribisnis dari Universitas Dipenogoro Bambang Dwiloka menyebutkan kebutuhan kopi dunia mencapai 10,5 juta ton per tahun, sedangkan produksi hanya 9,5 juta ton per tahun.

"Kalau di lihat dari gap tersebut, maka kita bisa lihat prospek pengembangan kopi ini terlihat masih sangat menjanjikan, khususnya bagi Indonesia yang produksinya belum sampai 1 juta ton per tahun," ucapnya pada acara Kafe BCA On The Road di Semarang, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.

Bambang melanjutkan saat ini bisnis kopi di Indonesia memasuki tahun kedua puncak perkembangannya.

Namun, perlu diingat pula bahwa peran para petani kopi juga penting untuk meningkatkan angka produksi dan kualitasnya.

Baca juga: Kopi Asal Sumedang Rambah Pasar Afrika

Sementara itu, pengamat kopi bergelar coffee master Reza Ferdian mengatakan, rendahnya edukasi tentang pasar terhadap para petani, membuat mereka tidak mendapatkan harga jual yang layak.

"Karena mereka kan buta akan hal itu (pasarnya). Yang ada banyak mereka produksi dibeli murah, yang nanti beli murah ini dijual mahal. Atau bahkan misalkan dia kualitasnya udah ekspor, tapi karena enggak tahu ekspor, ya yang beli adalah pengepul, harga suka-suka. Jadi enggak fair lah buat petani," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com