Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi Masih Jadi Keluhan Investor yang Tanam Modal di Indonesia

Kompas.com - 13/09/2019, 08:13 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengemukakan, terdapat 5 keluhan investor dari dalam negeri maupun luar negeri saat hendak menginvestasikan dananya di Indonesia.

Salah satu dari 5 keluhan itu masih soal regulasi. Pria yang kerap disapa Thom ini menilai, peraturan yang abu-abu alias tidak jelas, tumpang tindih kewenangan, berubah-ubah, dan perizinan yang bertele-tele sangat menghambat masuknya investasi.

“Pendaftaran dijadikan izin, syarat dijadikan izin, rekomen teks dijadikan izin, semuanya dijadikan izin. Inikan sangat-sangat menghambat proses-proses dunia usaha,” ujar Thomas Lembong dalam keterangannya, Jumat (13/9/2019).

Thom mengatakan, isu-isu perpajakan juga menghambat masuknya investasi.

“Saya bicara jujur, meskipun sudah banyak perbaikan, tetap cukup banyak keluhan dari investor dari sisi pemberlakuan atau perlakuan pajak kepada investor,” kata Thom.

Baca juga: BKPM: Indonesia Masih Punya Peluang Gaet Investasi

Selanjutnya soal urusan lahan di lapangan. Thom menilai, banyak daerah-daerah yang kerap terjadi sengketa lahan sehingga sulit untuk membebaskan lahan maupun izin bangunan.

"Kesulitan untuk membebaskan lahan dan izin-izin terkait izin bangunan. Mengurus sertifikat layak fungsi bisa butuh waktu berbulan-bulan dan membutuhkan biaya yang juga tidak kecil," ucap Thom.

Selain itu, urusan tenaga kerja masih menjadi kendala. Menurut Thom, Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah tidak berfungsi dengan baik sejak tahun 2003.

Untuk itu diperlukan adanya perombakan yang menyesuaikan perubahan zaman.

“Ini undang-undang sudah 16 tahun, dunia sudah sangat berubah dan diperlukan penyesuaian-penyesuaian undang-undang ketenagakerjaan supaya lebih fleksibel, lebih modern, lebih mencerminkan realita ketenagakerjaan di abad 21,” tutur Thom.

Baca juga: Pemerintah Akan Revisi 72 Undang-undang yang Hambat Investasi

Terakhir, masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh sektor BUMN. Thom mengakui banyaknya keluhan yang dia terima karena dominasi BUMN dibanding swasta. Pun hubungan keduanya kurang kondusif.

“Dengan penuh hormat harus kami akui banyak sekali keluhan dari dunia usaha swasta mengenai dominasi BUMN. Dan hubungan antara sektor swasta dengan sektor BUMN yang kurang kondusif,” ungkap dia.

Sebetulnya, kata Thom, presiden telah memberikan waktu satu bulan untuk jajaran Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk memfinalkan formulasi solusi dari 5 permasalahan di atas sehingga mesti ada pemangkasan besar-besaran soal aturan, syarat, kewajiban, dan perizinan.

Apalagi, aturan-aturan yang tidak mengikuti zaman kerap dijadikan objek trasaksional oleh pungli kepada investor.

Baca juga: Swedia dan Finlandia Berminat untuk Investasi di Aceh

"Mau tidak mau harus ada pemangkasan besar-besaran yang jadi beban buat kita semua. Mohon maaf, sering kali izin juga dijadikan gimmick atau objek transaksional, ya kan, untuk pungli atau oleh aparat penegak hukum bisa dijadikan subjek pemerasan. Dan ini semua kegiatan-kegiatan yang tidak produktif,” ungkap dia.

Bahkan, dia sudah diizinkan Presiden Jokowi untuk menegur atau bahkan marah kepada Kementerian yang membuat peraturan "ribet" dan terlampau banyak.

“Jadi saya kira dalam beberapa minggu ini saya akan angkat suara, angkat bicara mengenai hal-hal yang sebetulnya sangat konyol. Aturan-aturan, syarat-syarat yang sangat memberatkan kita semua,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com