JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan utang luar negeri (ULN) swasta bakal membengkak sampai dengan akhir tahun 2019 dari posisi saat ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia utang luar negeri Indonesia mencapai 395,3 miliar dollar AS atau setara Rp 5.534,2 triliun (kurs Rp14.000 per dollar AS) per Juli yang lalu. Angka tersebut tumbuh 10,3 persen secara tahunan dan secara bulanan naik 9,9 persen.
BI mencatat ULN swasta termasuk BUMN sebesar 197,8 miliar dollar AS dari total ULN.
Baca juga: Kembali Naik, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 5.534 Triliun
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyatakan, penambahan utang tersebut dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto utang luar negeri dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Penguatan tersebut membuat utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dollar AS. Pertumbuhan ULN pemerintah meningkat juga sejalan dengan persepsi positif investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Ekonom Indef Enny Sri Hartanti mengatakan, suku bunga BI atau BI 7 Day Reserve Repo Rate (BI7-DRR) masih lebih tinggi ketimbang suku bunga bank sentral global.
Baca juga: Pertamina Tagih Utang Rp 791,44 Miliar ke Sriwijaya, Buntut Pencopotan Direksi?
Sehingga, instrumen obligasi seperti Surat Berharga Negara (SBN) lebih diminati ketimbang obligasi negara lain.
Di sisi lain, Enny menilai pendanaan initial public offering (IPO) yang semakin gencar menambah beban ULN swasta. “Ambil alih swasta terhadap IPO sebuah perusahaan banyak, sehingga beban utang swasta numpuk,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Senin (16/9/2019).