Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: 3 Negara Besar di Dunia Bisa Resesi dalam Waktu Dekat

Kompas.com - 04/10/2019, 12:21 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Resesi ekonomi memang menjadi ancaman bagi perekonomian global. Sebab, ekonomi di negara-negara global, tak terkecuali di negara acuan perekonomian dunia tengah melesu hingga memasuki kuartal IV 2019.

Tidak heran, banyak lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengoreksi pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sekali, tapi silih berganti sejak dua kuartal belakangan.

Proyeksi ketiga lembaga tersebut sepakat menurunkan proyeksi ekonomi. Dari rentang 2,9 persen hingga 3,3 persen menjadi 2,6 persen hingga 3,2 persen.

"Seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, kemungkinan akan ada resesi global dalam waktu dekat. Setidaknya tiga negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman menjadi sangat rentan terhadap kemungkinan resesi dalam waktu dekat," kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan resmi, Jumat (4/10/2019).

Baca juga: Ekonom: Antisipasi Resesi, Pemerintah Perlu Ambil Langkah Ini

Pingkan mengatakan, perekonomian di benua biru juga tidak lolos dari kemungkinan resesi dalam waktu dekat.

Pasalnya, masih adanya tensi geopolitik antara Inggris dan Uni Eropa menjelang keputusan final Brexit yang akan ditetapkan pada 31 Oktober mendatang.

Data Badan Statistik Nasional Inggris menyebut, Inggris dan Jerman masing-masing mengalami perlambatan ekonomi sepanjang tahun 2019. Memasuki kuartal III, Inggris stagnan dengan perlambatan 1,8 persen dibanding kuartal II 2019.

Sedangkan di Jerman, Badan Statistik Nasional menyebut kontraksi ekonomi terjadi selama 9 bulan belakangan dengan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2019 berada pada level 0,4 persen.

Lain lagi dengan Amerika Serikat. Pingkan menyebut, negara adidaya itu masih melangsungkan perang dagang dengan China yang telah bergulir lebih dari satu tahun. Pun belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir.

Baca juga: Kemenko Perekonomian: Indonesia Perlu Mewaspadai Ancaman Resesi

Kendati demikian, dia tidak memungkiri dunia mesti menunggu kedua negara tersebut bertemu pada 10 Oktober 2019 mendatang. Kebijakan yang diambil dua negara, tentu akan sangat mempengaruhi proyeksi ekonomi ke depan.

“Setidaknya kita masih harus menunggu hingga AS-China bertemu pada 10 Oktober mendatang, mengetahui perkembangan kebijakan yang akan diambil oleh Amerika dan China,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com