Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenristekdikti: Indonesia Kekurangan 2.075 Politeknik

Kompas.com - 09/10/2019, 12:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah pendidikan tinggi antara politeknik dengan universitas di Indonesia masih jauh berbeda. Tidak tanggung-tanggung, perbedaan itu mencapai lebih dari 80 persen.

Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Patdono Suwignjo mengatakan, jumlah politeknik di Indonesia hanya ada 300 dari 4.760 perguruan tinggi yang ada.

Padahal, jika mengacu pada negara-negara maju, angka politeknik dan universitas harus seimbang keberadaannya. Artinya, Indonesia masih kekurangan 2.075 politeknik dari 300 politeknik yang ada.

"Standar negara maju itu seimbang. Kalau perguruan tinggi kita sekarang ada 4.760, berarti idealnya kita kurang 2.075 dari 300 politeknik yang ada," kata Patdono Suwignjo di Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Baca juga: Ribuan Peserta Ikuti Seleksi PMB Politeknik Ketenagakerjaan

Patdono menuturkan, berdasarkan data Kemenristekdikti, butuh waktu sekitar 800 tahun untuk menyeimbangkan keberadaan politeknik dengan universitas.

Pasalnya, hanya terdapat 2 hingga 3 pengajuan pembangunan politeknik per tahun. Pun pembangunan itu hanya dilakukan oleh Kementerian dan industri. Pihak swasta tidak berani membangun karena memakan biaya yang mahal.

"Ini diperparah dengan mahalnya membangun politeknik. Membangun satu politeknik itu dibutuhkan dana Rp 300 miliar karena 70 persennya harus praktik, mau enggak mau buat banyak laboratorium. Kalau universitas Rp 30 miliar sudah jadi," ucap dia.

Tidak hanya itu, dia bilang, tidak banyak orang tajir yang menginginkan anaknya berkuliah di politeknik. Sebab, selama ini industri membedakan lulusan politeknik dengan lulusan universitas.

Baca juga: Politeknik Statistika Diresmikan, BPS Bakal Andalkan Big Data

Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah membedakan gaji lulusan S1 dengan lulusan D4 yang seharusnya setara.

"Ini yang membuat minat masyarakat semakin rendah dengan politeknik. Padahal D4 itu sarjana terapan. Ya jelas saja jumlah mahasiswa politeknik di Indonesia hanya 8 persen. Sementara di Australia sudah 78 persen, Jerman 70 persen," tutur dia.

Adapun perbedaan itu rupanya didasarkan pada aturan Kementerian BUMN.

Untuk itu, Patdono menegaskan, pihaknya telah meminta Kementerian BUMN merevisi aturan tersebut, sehingga visi misi SDM unggul bisa terlaksana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com