Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Makanan dan Minuman Kekurangan Bahan Baku Garam, Perlukah Impor?

Kompas.com - 14/10/2019, 22:18 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gabungan Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengungkapkan, sudah ada satu perusahaan yang berhenti produksi karena kekurangan pasokan bahan baku garam.

Kini, industri Makanan dan Minuman (Mamin) Tanah Air dalam keadaan ganting karena stok/persediaan garam menipis.

"Ini kritikal (kondisinya), bulan depan (November) banyak yang habis. Mudah-mudahan secepatnya keluar sehingga masuk yang baru. Dari lokal bisa dipakai sebagian tidak bisa langsung dipakai," kata Adhi ditemui di Gedung Kemenperin, Jakarta, Senin (14/11/2019).

Adhi menyampaikan, pihaknya berharap pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) secepatnya mengerluarkan surat perizinan impor (SPI) garam untuk kebutuhan tahun ini.

Jika tidak membukan keran impor garam, beberapa bulan ke depan maka ada lima hingga lima perusahaan pengolahan garam yang setop produksi. Sehingga mempengaruhi industri di sektor Mamin.

"Industri pengolahan garam sudah ada satu yang setop. Tapi November sampai berapa lagi, ada 4-5 perusahaan yang setop (produksi). (SPI) itu yang segera dikeluarkan," harapnya.

Dia menambahkan, ada alokasi 200 ribu ton garam yang dipindahkan ke sektor CAP (industri kimia dasar) dan kertas. Pada 2019, pemerintah telah memberikan alokasi impor garam setidaknya kepada 55 perusahaan industri sebanyak 2,7 juta ton.

"Termasuk 2.7 juta ton pengalihan sektor," jelas dia.

Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) meminta pemerintah segera memberikan rekomendasi impor garam. Sebab saat ini industri kekurangan bahan baku yang berdampak pada produksi.

Sekretaris Umum AIPGI Cucu Sutara mengatakan, hingga semester I 2019 realisasi impor garam sebanyak 1,543 juta ton dari kuota impor sebesar 2,7 juta ton. Dari jumlah realisasi itu, garam yang tersedia saat ini sekitar 77.000 ton dan diperkirakan akan habis pada September 2019 mendatang.

Sutara bilang, garam yang ada antara lain digunakan untuk industri pangan, industri kimia, dan industri kertas.

"Kita tidak minta tambahan (kuota impor) tapi kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan karena ini kebutuhan sangat mendesak," ucap Sutara, Selasa (20/8/2019).

Bahkan, karena kurangnya bahan baku, kata Sutara, sejumlah perusahaan telah merumahkan karyawannya karena berhenti berproduksi. Lebih lanjut, Ia mengatakan belum adanya impor ini karena belum diberikannya rekomendasi teknis dari pemerintah.

AIPGI mengatakan, impor dilakukan karena garam lokal belum dapat memenuhi syarat untuk digunakan industri. Selain itu, AIPGI pada awal Agustus lalu telah melakukan perjanjian dengan petambak garam untuk menyerap garam lokal sebanyak 1,1 juta ton garam dari Agustus 2019 hingga Juli 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com