Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi China Hanya 6 Persen, Terendah Sejak 1992

Kompas.com - 18/10/2019, 11:49 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

BEIJING, KOMPAS.com - Ekonomi China tumbuh 6 persen pada kuartal III tahun ini.

Seperti dikutip dari South China Morning Post, Jumat (18/10/2019), angka tersebut adalah yang terendah sejak Maret 1992.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut menandai rekor terendah baru akibat dari perang dagang Amerika Serikat dan China yang telah berdampak pada industri manufaktur juga ekspor negara perekonomian terbesar ke dua di dunia itu.

Sementara itu pada kuartal II 2019 lalu, ekonomi China tumbuh 6,2 persen. Realisasi pertumbuhan kuartal III ini di bawah polling para ekonom yang dilakukan Bloomberg, dengan proyeksi sebesar 6,1 persen.

Pemerintah China menargetkan ekonomi tumbuh 6 persen hingga 6,5 persen untuk keseluruhan tahun 2019.

 

Baca juga: Imbas Perang Dagang, Ekspor dan Impor China Anjlok Lagi

Data yang dirilis oleh biro statistik setempat hari ini, Jumat (18/10/2019) menunjukkan, ekonomi China keseluruhan tahun akan tumbuh di batas bawah kisaran tersebut.

Adapun salah satu indikator perekonomian, yaitu industri, memikiki kinerja yang cukup baik.

Pruduksi industri yang diukur dari produksi beberapa sektor seperti manufaktur dan tambang tumbuh 5,8 persen di September 2019, lebih tinggi dari proyeksi analisis yang sebesar 4,9 persen. Angka tersebut juga meningkat dari Agustus yang hanya tumbuh 4,4 persen, atau terendah dalam 17 tahun.

Sementara untuk manufaktur sendiri tumbuh sebesar 5,6 persen di September dan tambang tumbuh 8,1 persen.

Dari sisi penjualan ritel, China menctatkan pertumbuhan sebesar 7,8 persen di September dibandingkan tahun lalu, meningkat dari 7,5 persen bulan sebelumnya.

Baca juga: Amerika Serikat Bakal Blokir Seluruh Aliran Investasi ke China, Mengapa?

Meski di sisi lain, tingkat impor China merosot 8,5 persen, angka tersebut menunjukkan kondisi konsumen dan pasar manufaktur China sedang tidak baik-baik saja.

Sementara itu sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook terbaru memprediksi ekonomi China akan tumbuh 6,1 persen tahun 2019 dan hanya tumbuh 5,8 pesen di 2020.

Perang dagang China dan AS yang sudah berlangsung selama 15 bulan memberi dampak di kedua negara, meski ada kemungkinan terjadi kesepakatan dalam beberapa waktu ke depan.

Namun demikian, beberapa analis menilai, isu domestik China yang lebih memberi pengaruh terhadap perlambatan ekonomi yang terjadi, dibanding perang tarif.

China tengah menghadapi kredit-kredit berisiko. Beijing telah menekan pinjaman yang dianggap berisiko dan memperketat saluran perbankan bayangan dalam upaya untuk menghapus beberapa utang.

Hal tersebut membuat sektor ekonomi riil, kepayahan mendapat akses pinjaman untuk melakukan investasi dan ekspansi.

Konsumen pun tidak memiliki akses terhadap barang modal, yang artinya permintaan terhadap barang-barang berhargra mahal seperti mobil menjadi lebih sedikit.

Baca juga: China Mau Impor Lebih Banyak Produk AS, Sinyal Positif Perang Dagang?

IMF sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 menjadi hanya sebesar 3 persen, yang terendah sejak krisis keuangan satu dekade yang lalu.

IMF pun menyoroti berbagai pembatasan perdaganga juga meningkatnya tensi geopolitik beberapa negara dunia sebagai penyebab perlambatan tersebut.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Whats New
Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Whats New
Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Whats New
Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com