Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Pulangkan 38 Kontainer Limbah dan Sampah ke AS

Kompas.com - 31/10/2019, 13:11 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia terus melalukan tindakan tegas seiring maraknya impor sampah plastik bercampur limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).

Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kehutanan (KLHK) telah memulangkan (reekspor) sebanyak 38 kontainer limbah atau sampah ke Amerika Serikat (AS).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, beberapa waktu lalu beredar kabar limbah plastik yang seharusnya diekspor kembali ke AS oleh PT MSE dan PT SM dialihkan ke sejumlah negara. Namun pihaknya memastikan bahwa informasi tersebut tidak benar.

"Berdasarkan dugaan tersebut Bea Cukai langsung melakukan pengecekan kembali terhadap dokumen reekspor atas nama PT MSE dan PT SM," kata Haru di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Heru menjelaskan, pihak tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terkait adanya informasi pengalihan reekspor kontainer sampah dan limbah yang dimaksud. Sehingga reekspor tetap dilakukan sebagaimana mestinya.

"Pemerintah Indonesia tidak pernah merekomendasikan atau menerbitkan surat persetujuan reekspor limbah yang terkontaminasi B3 asal Amerika Serikat ke negara Asia lainnya," tuturnya.

Dia memastikan, dalam dokumen reekspor atas nama PT MSE jelas tertulis negara tujuan ialah Amerika Serikat yang merupakan negara asal . Rinciannya, 15 kontainer ke JC Horizon Ltd., US LGB/Long Beach, 10 kontainer ke JC Horizon Ltd., USSEA/Seattle, dan 13 kontainer ke Ekman Recycllng USBAL/Baltimore.

Kemudian dokumen reekspor atas nama PT SM tertulis negara tujuan reekspor adalah Jerman yang merupakan negara asal barang, sebanyak 20 kontainer ke Melosch Export GMBH Deham/Hamburg.

"Bahwa pelaksanaan reekspor terhadap impor limbah yang terbukti terkontaminasi Bahan Berbahaya dan Beracun atau tercampur sampah, telah mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tentang ketentuan impor limbah non-bahan berbahaya dan beracun, serta Basel Convention," tambahnya.

Sebelumnya, Pemerintah diminta lebih serius menangani persoalan sampah plastik yang diselundupkan melalui impor sampah kertas. Ini seperti yang terjadi di Batam dan Surabaya, beberapa waktu lalu.

Hal itu untuk mengantisipasi semakin banyaknya limbah plastik, seiring meningkatnya impor sampah kertas.

Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan, terdapat peningkatan volume impor kertas bekas 739.000 ton per tahun pada 2018 dibanding 546.000 ton pada 2017 untuk bahan baku pabrik kertas di Jawa Timur.

"Dari 12 perusahaan kertas di Jawa Timur, lima perusahaan kami survei dan jumlah plastik yang ditemukan dalam waste paper 10 persen sampai 30 persen," kata Prigi dalam keterangannya, Selasa (25/6/2019).

Menurutnya, kegiatan impor sampah kertas yang terkontaminasi sampah plastik oleh perusahaan-perusahaan dan tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan polusi di air, udara, dan lahan.

"Yang harus disetop penyelundupan sampah plastiknya, bukan impor sampah kertasnya," ucap Prigi.

Melihat kondisi tersebut, kata Prigi, Ecoton mengusulkan tiga hal kepada pemerintah yaitu pertama, memasukan impor sampah kertas ke dalam jalur merah, agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa melakukan inspeksi.

Kedua, mendorong pemerintah agar negara asal atau eksportir melakukan sertifikasi terhadap perusahaan daur ulang dan menerapkan pengawasan 0 persen sampah plastik domestik.

"Ketiga, Indonesia memperketat pengawasan impor sampah kertas, dan mencabut izin impor bagi pengusaha kertas yang terbukti melakukan jual beli sampah plastik domestik impor," sambung Prigi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com