BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan Facebook

Kisah Jangkar Bawono, Sukses Maksimalkan Bisnis Sepatu Kulit Lewat Promosi Digital

Kompas.com - 08/11/2019, 12:27 WIB
Anissa DW,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Untuk kebanyakan orang, sepatu merupakan salah satu benda pelindung kaki sekaligus item fashion untuk melengkapi gaya sehari-hari.

Akan tetapi, bagi Jangkar Bawono (29) sepatu lebih dari sekadar itu. Dengan kejelian melihat peluang, Jangkar berhasil menyulap sepatu menjadi bisnis menjanjikan dengan kapasitas produksi 800 pasang per bulan.

Awalnya, Jangkar hanya penggemar sepatu boots kulit yang sering menggunakannya saat kuliah. Suatu ketika, dia iseng memesan sepatu rancangan sendiri di sebuah industri sepatu kulit rumahan.

Kebetulan tempat tinggalnya hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari sebuah sentra sepatu kulit di Kota Surabaya, Jawa timur.

Tenyata, sepatu kulit rancangannya itu banyak disukai teman-temannya. Karena tanggapan positif tersebut, Jangkar mencoba membuatkan sepatu berdasarkan pesanan teman-temannya.

“Iseng deh pesen lagi dan membuatkan untuk mereka. Metode seperti itu jalan terus sampai akhirnya saya lulus kuliah pada 2015,” cerita Jangkar.

Melihat peluang yang cukup menjanjikan, dia kemudian berniat untuk serius mengembangkan bisnis kecil-kecilannya tersebut dan menjulannya secara online.

“Saya langsung bikin workshop atau tempat produksi sendiri dengan pegawai sejumlah 2 orang dan menggunakan platform Facebook, Instagram, dan website untuk berjualan,” ucap pria kelahiran Ponorogo ini.

Bisnis tersebut kemudian dinamakan Portblue, yang memproduksi sepatu kulit buatan tangan untuk pria. Nama yang cukup unik itu ternyata diambil Jangkar dari nama musisi bergenre shoegaze atau ambient electro favoritnya.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, Portblue memiliki berbagai jenis dan model sepatu kulit. Tak hanya sepatu boots, ada pula dress shoes, seperti loafer, oxford, wingtip yang biasa digunakan untuk menghadiri acara-acara formal.

Suka duka merintis bisnis

Selama 4 tahun, perjalanan bisnis Jangkar tak selalu mulus. Ada saja tantangan dan kendala yang harus dia hadapi.

Contohnya, pada masa awal merintis usaha tahun 2015. Dia pernah ditipu saat membeli bahan baku sepatu. Dua gulungan kulit yang dibeli ternyata tidak layak pakai alias berkualitas buruk.

“Pada bagian luar roll material tampak bagus, tapi ketika dibuka bagian dalamnya sangat tidak layak untuk diolah menjadi sepatu. Apalagi modal pas-pasan saat itu,” ceritanya kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2019).

Suatu ketika, dia pun pernah terpaksa membongkar 150 pasang sepatu yang sudah jadi dan siap jual karena pengrajin mereka salah menggunakan lem. Jangkar pun lebih memilih rugi daripada mengecewakan konsumen.

Bagi dia, masalah atau tantangan yang dialami ketika berbisnis merupakan hal biasa. Sebab, di setiap tahap perkembangan bisnis yang dijalani, pasti memiliki masalahnya sendiri.

Menurutnya, ketika memulai bisnis masalah terbesarnya adalah keterbatasan budget, mencari informasi, dan hal-hal dasar lainnya. Level berikutnya, adalah mendapatkan penjualan, yakni bagaimana cara Jangkar untuk memaksimalkan penjualan dengan sumber daya yang terbatas.

“Masalah di level berikutnya adalah membentuk tim solid, memiliki visi sama, koordinasi yang baik dan etos kerja produktif,” ungkapnya.

Namun demikian, Jangkar menganggap setiap kegagalan dan masalah itu sebagai sebuah proses yang membuatnya bisa berkembang hingga saat ini. Dia pun sangat menghargai dan berterima kasih karena pernah dihadapkan dengan berbagai macam rintangan.

Prinsip keseimbangan

Setelah beberapa kali trial and error, Jangkar akhirnya menemukan satu formulasi yang dianggap cocok untuk menjalankan bisnisnya, yakni menjalankan strategi marketing mix secara seimbang.

Marketing mix atau bauran pemasaran merupakan salah satu strategi pemasaran yang menggabungkan beberapa elemen, yakni product, price, place, dan promotion.

“Tidak boleh ada satu elemen yang dikesampingkan atau diunggulkan. Semua bagian dari marketing mix harus mendapatkan concern yang pas,” terang Jangkar.

Ternyata penerapannya tidak mudah, beberapa kali angka penjualan Portblue sempat mengalami penurunan. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata elemen promotion belum dijalankannya dengan baik.

Dok. Portblue

“Dari situ, mulailah belajar gimana cara beriklan di dunia digital. Mulailah coba-coba Facebook Ads, sekitar pertengahan tahun 2016 seingat saya,” katanya.

Mobile-first creative

Dari sekian banyak tools yang disediakan Facebook untuk memaksimalkan promosi penggunanya, Jangkar memilih untuk menggunakan Mobile-first Creative.

Alat itu menyediakan template yang bisa digunakan pengiklan dengan mudah tanpa perlu mengeluarkan biaya besar. Pasalnya, pengiklan tidak perlu repot-repot membuat konten video atau animasi sendiri.

Pengiklan tinggal memasukkan foto-foto terbaik produknya ke dalam template yang tersedia. Menurut Jangkar, hasil iklannya pun lebih bagus dan cukup mendorong penjualan produknya.

“Selain kemudahan dan ‘hemat ongkos’, menurut saya fitur ini juga lebih engage dengan audience karena konten terasa lebih hidup dan durasinya pun cukup singkat, maksimal 15 detik,” papar Jangkar.

Alhasil, imbuhnya, audience tidak merasa kalau mereka sedang mengonsumsi iklan.

Baginya, kehadiran Facebook Ads sangat membantu dirinya untuk lebih mengembangkan bisnis. Hal ini karena, fasilitas tersebut dapat bekerja secara efektif, walaupun hanya menggunakan pengaturan dasar.

“Orang awam yang baru mengenal Facebook Ads pun sudah bisa menjalankan iklan yang cukup efektif tanpa perlu banyak utak-atik,” ucapnya.

Sejak saat itu, Facebook Ads menjadi ujung tombak Jangkar untuk mendapatkan lebih banyak konsumen. Kini tercatat, akun Facebook Portblue telah disukai 7.694 akun dan diikuti 8.080 akun.

Konsumennya pun berasal dari seluruh Indonesia, terutama Indonesia bagian barat dan tengah. Persebarannya penjualannya juga cukup merata, dari kota-kota besar hingga kecil.

Ke depannya, Jangkar bersama timnya akan terus mengeksplorasi peluang dan potensi yang mereka miliki. Misalnya, mengembangkan produk-produk agar menjadi lebih beragam, termasuk mengembangkan penjualan cross-border yang sudah dimulai beberapa bulan ini.

“Beberapa di antara adalah sandal pria, sandal wanita, dan leather goods, seperti aksesoris kulit dan tas kulit. Total ada 5 merek yang saya miliki dan kelola selain Portblue,” terangnya.

Tak lupa, dia berpesan pada pengusaha yang sedang merintis bisnisnya untuk memanfaatkan media sosial dengan baik agar brand dan produk lebih dikenal masyarakat dan dapat lebih berkembang.

“Terlebih, jika mau memanfaatkan platform tersebut untuk promosi. Sayang dong ketika kita sudah punya produk atau jasa yang baik, bermanfaat untuk orang lain, tetapi tidak dikenal dan digunakan oleh banyak orang?” ucap Jangkar.

Bagi para pengusaha yang ingin lebih mempelajari dan memahami lebih lanjut tentang promosi di media sosial, bisa mengikuti kursus online gratis yang diselenggarakan Facebook. Dengan mengikuti kursus itu, pengusaha bisa belajar apa itu iklan, bagaimana memiliki format iklan yang tepat, hingga meningkatkan penjualan online.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com