Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanfaatan Batu Bara di Dalam Negeri Belum Maksimal

Kompas.com - 03/12/2019, 18:34 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak lama, batu bara menjadi primadona bahan bakar energi listrik di dunia. Ketersediaannya yang melimpah dan harganya yang terjangkau membuatnya jadi andalan dalam menyediakan energi listrik yang murah.

Batu bara pun digunakan di berbagai negara raksasa ekonomi dunia seperti China, Amerika Serikat, India, Australia hingga Indonesia.

Indonesia masuk dalam jajaran empat besar negara produsen batu bara di dunia setelah China, Amerika Serikat dan India. Berdasarkan data Index Mundi pada 2018, China memproduksi 4,4 miliar short tons batu bara.

Sebagai catatan, 1 short ton setara dengan 907,2 kg. Pada peringkat kedua, AS dengan produksi 985 juta short tons, lalu India dengan produksi 675 juta short tons dan Indonesia dengan 539 juta short tons.

Baca juga: Sarang Burung Walet hingga Batu Bara RI Diminati Pengusaha China

Namun, meski masuk negara jajaran atas produsen batu bara, dalam aspek konsumsi, Indonesia terlempar dari daftar 10 besar konsumen batu bara terbesar dunia dengan konsumsi 115 juta ton di 2018.

Indonesia tertinggal dalam urusan pemanfaatan batu bara di dalam negeri. Akan tetapi, dalam road map Kebijakan Energi Nasional (KEN) dirumuskan bahwa pemanfaatan batu bara dalam bauran energi nasional ditargetkan hanya 30 persen pada 2025.

Jumlah itu pun ditargetkan untuk diturunkan menjadi menjadi hanya 25 persen pada 2050.

Selain konsumsi batu bara yang tertinggal jauh dibandingkan negara lainnya di dunia, urusan pemanfaatan limbah batu bara pun serupa. Di AS, India, China, dan Jepang mereka menyerap fly ash, bottom ash, dan gipsum sebagai bahan pembuatan jalan, jembatan, paving blok, semen, dan sebagainya.

Baca juga: Harga Batu Bara Fluktuatif, Pendapatan Emiten Kapal Kargo Melonjak

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia pun mengungkapkan bahwa di negara lain limbah batu bara tidak dianggap sebagai limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun.

"Limbah batu bara, abu batu bara itu bisa digunakan untuk bahan konstruksi di berbagai negara. Cuma di sini saja dianggapnya sebagai B3," jelas Hendra dalam keterangannya, Selasa (3/12/2019).

Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman juga mengungkapkan hal menarik terkait pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU). Ia mengungkapkan pernah beberapa kali mengunjungi PLTU Paiton di Probolinggo Jawa Timur.

Selama kunjungan, ia tidak menemukan keluhan dari masyarakat sekitar.

Baca juga: Cadangan Batu Bara Indonesia Tinggal 80 Tahun Lagi...

"PLTU Paiton itu menggunakan batu bara sebagai bahan bakunya dan yang paling menarik dia hanya berjarak 500 meter dari bibir pantai. Masyarakat malah sangat senang dengan kehadiran PLTU ini. Karena PLTU itu menjadi penopang ekonomi warga sekitar. Lalu terumbu karang dan biota-biota laut yang ada hidup di sekitar itu dan tidak terganggu dengan kehadiran PLTU itu,” jelas Ferdy.

Ferdy berkesimpulan, meskipun secara teoritis batu bara mengandung karbon yang tinggi dan unsur polutannya besar, namun risiko bisa diminimalisir dengan manajemen yang mengelola PLTU dengan baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com