Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ari Askhara Selundupkan Harley Davidson, Bagaimana Ketentuan Hukumnya?

Kompas.com - 07/12/2019, 19:49 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara dicopot dari jabatannya karena menyelundupkan 1 unit Harley Davidson keluaran 1972.

Penyelundupan dilakukan dari Prancis ke Jakarta menggunakan armada baru Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA9721 bertipe Airbus A330-900 NEO. Dalam pesawat itu ditemukan juga 2 unit sepeda Brompton.

Kasus penyelundupan itu termasuk dalam tindak pidana kepabeanan. Sehingga pemerintah akan melayangkan sanksi administrasi maupun pidana kepada Ari Askhara.

Lantas, bagaimana seharusnya ketentuan sanksi tindak pidana kepabeanan diberikan?

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy O.S Hiariej menjelaskan, perbuatan Ari Askhara tersebut dapat dijerat sanksi administrasi maupun pidana.

"Hal itu tertera dalam Pasal 102 atau Pasal 103 undang-undang a quo," kata Eddy O.S Hiariej dalam siaran pers, Sabtu (7/12/2019).

Eddy menyebut, dalam konteks sanksi administrasi, Ari harus melaksanakan 3 kemungkinan.

Kemungkinan pertama adalah membayar kepada negara atas bea masuk yang seharus dibayarkan atas barang yang diselundupkan.

"Kedua, barang atau benda tersebut dirampas oleh negara. Dan ketiga, barang atau benda tersebut dikembalikan ke negara asalnya," jelas Eddy.

Pidana Kepabeanan

Namun kata Eddy, jika Ari telah memenuhi sanksi administrasi, maka proses pidana tidak dilanjutkan. Hal itu mengingat hukum pidana kepabeanan adalah hukum pidana khusus eksternal dengan sifat dan karakteristik sebagai ultimum remidium.

"Sifat ultimum remidium membuat ketentuan pidana adalah sarana terakhir jika sarana penegakkan hukum lainnya tidak lagi berfungsi," ungkapnya.

Terlebih, penyelundupan barang tersebut untuk penggunaan pribadi dan bukan untuk tujuan perdagangan yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional.

Karena untuk penggunaan pribadi pula, maka peristiwa tersebut adalah murni tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab korporasi Garuda Indonesia.

"Dengan demikian, Garuda sebagai korporasi tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban hukum, terlebih pertanggungjawaban pidana," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com