Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Permodalan Bank Muamalat, OJK Disarankan Ubah Pendekatan

Kompas.com - 11/12/2019, 09:08 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diimbau untuk mengubah pendekatan terkait permasalahan permodalan di Bank Muamalat yang berlarut-larut. Yakni, dari pendekatan pengawasan ke pendekatan supervisi.

Ekonom UGM dan Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) M. Edhie Purnawan mengatakan, sejatinya Bank Muamalat dalam kondisi sehat. Bahkan, jika merujuk pada sejarah, Bank Muamalat telah teruji menghadapi beberapa kali krisis, dan berhasil melewatinya dengan baik.

Baca juga: Dikabarkan Kredit Macet Capai 40 Persen, Ini Kata Bank Muamalat

Bank Muamalat mengalami masalah permodalan yang tak kunjung selesai karena dua hal. Pertama, pemegang saham existing tak kunjung menambah modal. Kedua, investor baru pun tak kunjung masuk, karena berbagai alasan.

"Jangan hanya dilihat dari sisi finansialnya. Bank Muamalat memiliki sisi spiritual dan sisi sosial yang membedakannya dengan bank lain," ujar Edhie di acara The Chief Economist Forum di Menteng, Jakarta Pusat Selasa (10/12/2019).

Sementara itu Chief of Infobank Institute Eko B. Supriyanto menilai Bank Muamalat memiliki customer base yang loyal karena merupakan bank syariah pertama di Indonesia. Selain itu, modal politik Bank Muamalat juga kuat.

"Kalau masalah ini menimpa bukan Bank Muamalat mungkin sudah lewat," ujar Eko.

Baca juga: Erick Thohir Bakal Lebur Bisnis Perhotelan BUMN, Apa Dampaknya?

Menurut Eko, untuk menyelesaikan masalah permodalan di Bank Muamalat, harus ada koordinasi kuat antara pemerintah (Menkeu), OJK, BI, LPS, dan Kementerian BUMN.

OJK sebagai pemegang otoritas, juga harus mengubah pendekatan yang selama ini dipakai untuk menyelesaikan masalah di industri perbankan.

"Dari pendekatan pengawasan ke pendekatan supervisi," tegasnya.

Pendekatan supervisi yang dimaksud Eko adalah lebih mengedepankan relaksasi daripada penegakan aturan yang terkadang kaku.

"Misalnya terkait investor, lebih baik terima yang ada dulu. Dilakukan secara bertahap dengan Tier 1 dan Tier 2. Yang penting transparan, butuh dana berapa, dan untuk program apa," jelasnya.

Baca juga: Susi Pudjiastuti soal Ekspor Benih Lobster: Astagfirullah, Tak Boleh Kita Kufur...

Hal senada diutarakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah. Menurutnya, dengan masuknya modal baru, meski di bawah angka yang diharapkan OJK, setidaknya bisa mendorong bisnis Bank Muamalat.

"Relaksasi aturan di saat mendesak sangat diperlukan. Duduk bersama untuk menyepakati program penguatan permodalan," ujar Piter.

Disingung munculnya usulan agar BUMN turut masuk memberikan permodalan, menurut Piter, peran BUMN sebaiknya sebatas technical assistance saja.

"BUMN jangan terlibat dalam risiko finansial," jelas Pieter.

Baca juga: Erick Thohir Akan Lebur Bisnis Sampingan BUMN, dari Hotel hingga Rumah Sakit

Chief of Indonesia Economics Intelligent (IEI) Sunarsip menambahkan, problem Bank Muamalat sebetulnya problem bisnis yang juga dialami bank lain. Untuk mengatasinya yakni dengan cara meningkatkan trust masyarakat.

"Bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Untuk bisa meningkatkankan bisnis, Bank Muamalat mesti kembali membangun kepercayaan masayarakat," ujarnya.

Acara The Chief Economist Forum dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Infobank Institute di Menteng, Jakarta Pusat Selasa (10/12/2019).

Hadir sebagai narasumber ekonom UGM dan anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) M. Edhie Purnawan, Rektor Unika Atmajaya A. Prasetyantoko, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, Chief of Indonesia Economics Intelligent (IEI) Sunarsip dan Chief of Infobank Institute Eko B Supriyanto.

Baca juga: 4 Langkah Agar Bonus Akhir Tahun Anda Bermanfaat dan Tak Numpang Lewat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com