BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Pertamina

62 Tahun Usia Pertamina, Apa yang Telah Diberikan untuk Tanah Air?

Kompas.com - 11/12/2019, 16:04 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com- Memasuki usia yang ke-62, Pertamina mantap dengan visi “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”.

Pencapaian dan sederet prestasi yang diraih tahun ini jadi bukti perusahaan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.

"Pertamina akan memberikan kontribusi yang terus meningkat untuk negara," ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (10/12/2019).

Ia menyebutkan, total kontribusi Pertamina Grup di APBN pada 2018 mencapai Rp 120,8 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari setoran pajak dan dividen.

Nilai itu juga tercatat sebagai kontribusi terbesar sepanjang sejarah Pertamina sejak berdiri 62 tahun silam.

Di luar nilai tersebut, Pertamina juga berkontribusi melalui setoran di sektor hulu seperti Signature Bonus dan Government Entitlement yang mencapai Rp 154 triliun pada 2018.

Agresif mendukung pemerintah

Nicke melanjutkan, dalam mengelola energi nasional, Pertamina mengacu pada aspek ketersediaan (Availability), kemudahan akses (Accessibility), keterjangkauan (Affordability) dan pengembangan energi hijau dan BBM berkualitas (Acceptability) serta berkelanjutan (Sustainability).

Hal itu sesuai dengan amanat undang-undang, yakni sebagai BUMN energi yang menjalankan fungsi strategis untuk mendukung Pemerintah dalam pengelolaan energi nasional.

Di sektor hulu, Pertamina menjalankan strategi menjaga produksi migas dengan berbagai updaya.

Di antaranya adalah dengan mengalokasikan anggaran investasi hingga 2,6 miliar dollar AS atau sekitar 60 persen dari total rencana investasi Pertamina pada 2019.

"Komitmen tersebut akan dipertahankan bahkan ditingkatkan pada 2020 dan seterusnya untuk peningkatan produksi migas nasional," ujar Nicke.

Selain itu, perusahaan melakukan pengeboran sumur baru secara agresif, baik dalam bentuk pengeboran sumur pengembangan maupun sumur eksplorasi di wilayah kerja eksisting.

Untuk memaksimalkan produksi dari lapangan yang sudah mature, perusahaan juga mengoptimalisasi fasilitas produksi termasuk penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR)—salah satu metode untuk meningkatkan cadangan minyak pada sebuah sumur yang sebelumnya sudah tidak bisa memproduksi.

Upaya optimal tersebut tidak saja untuk menjaga produksi pada 2019 dalam kisaran 910.000 barrel setara minyak per hari (MBOEPD), namun juga produksi di 2020 yang diperkirakan naik menjadi 923.000 MBOPED dan pada 2021 yang mencapai 1 juta MBOEPD.

Sedangkan untuk menjaga kesinambungan produksi, Pertamina aktif melakukan eksplorasi mencari sumber cadangan baru melalui program seismik yang berhasil menemukan cadangan cukup besar seperti di Jambaran Tiung Biru dan Blok Nunukan.

Melalui PT Pertamina Internasional EP (PIEP), Pertamina juga mengelola lapangan migas di luar negeri untuk membantu memenuhi kebutuhan pasokan minyak dan gas bumi dalam negeri.

Saat ini, terang Nicke, Pertamina telah hadir di 13 negara, baik sebagai operator, sebagai mitra maupun dalam bentuk kepemilikan perusahaan yang dikontrol Pertamina.

Total produksi migas lapangan luar negeri tersebut mencapai 101.000 BOPD minyak bumi dan 268 juta MMSCFGPD gas bumi.

Perusahaan mandiri

Untuk mendorong kemandirian energi, banyak cara yang sudah dilakukan Pertamina agar impor berkurang, baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM.

Salah stau caranya dengan memaksimalkan penyerapan minyak mentah dan kondensat produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam negeri.

Dengan dukungan dari pemerintah, melalui cara ini, impor minyak mentah nasional dapat berkurang hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Pegawai Pertamina sedang monitoring.Dok Humas Pertamina Pegawai Pertamina sedang monitoring.

Di sektor pengolahan, Pertamina berhasil melakukan inovasi sehingga kilang Pertamina dapat memproduksi Solar dan Avtur yang mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga ada lagi impor Solar dan Avtur sejak pertengahan 2019.

Inovasi juga dilakukan melalui Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) yang berdampak pada peningkatan produksi Pertamax hingga 66 persen dan peningkatan kualitas produk sesuai standar EURO IV.

Di sisi distribusi, setelah sukses menjalankan kebijakan B20 sejak September 2018, lanjut Nicke, Pertamina juga telah mengimplementasikan penyediaan Biosolar dengan kandungan FAME sebanyak 30 persen atau B30 sejak November 2019.

Hal itu lebih cepat satu bulan dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan B30 pada Januari 2020.

Melalui penyediaan B30, Pertamina mendorong kemandirian energi nasional karena bahan bakar nabati dapat dipasok dari dalam negeri sekaligus mendukung sektor perkebunan sawit.

Upaya kemandirian energi lainnya diwujudkan melalui pengembangan kilang yang meliputi Refinery Development Master Plan (RDMP) di 4 lokasi yaitu Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Dumai serta proyek Grass Root Refinery (GRR) di 2 lokasi yaitu Tuban dan Bontang.

Semua proyek menunjukkan progress nyata dengan dimulainya pekerjaan konstruksi dan adanya kepercayaan institusi keuangan di RDMP Balikpapan, percepatan proses pengadaan untuk RDMP Balongan, sejumlah Contract Award di beberapa lokasi RDMP dan GRR, serta penunjukkan lokasi untuk proyek pembangunan kilang baru.

Tidak hanya fokus untuk penyediaan BBM dan LPG, Pertamina juga berencana membangun Kompleks Petrokimia berkapasitas 350.000 ton per tahun di Jawa Barat, Green Refinery Plaju berkapasitas 3 juta ton per tahun dan bekerjasama dengan PT TPPI untuk memaksimalkan kilang petrokimia dengan penyerapan bahan baku hingga 100.000 barrel per hari.

Melalui sejumlah proyek strategis nasional, harapannya kapasitas kilang meningkat dari 1 juta menjadi 2 juta barrel per hari dengan kualitas BBM standar Euro V.

Begitu juga volume produksi BBM naik signifikan dari 95 juta bareel per hari menjadi 200 juta barrel per hari. Juga volume produksi Petrokimia naik dari 600 ton per tahun menjadi 6.600 ton per tahun.

Proyek juga mendorong perekonomian dengan sejumlah efek berganda seperti penyerapan tenaga kerja, penguatan cadangan devisa, penyerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hingga peningkatan Gross Domestic Product (GDP) nasional.

Andal

Untuk meningkatkan keandalan menyediakan energi hingga ke pelosok negeri, Pertamina menjalankan 364 proyek infrastruktur hilir yang sebagian di antaranya telah selesai di 2019.

Setelah menyelesaikan sejumlah proyek tersebut di tahun ini, Pertamina memberi tambahan kapasitas penyimpanan nasional untuk LPG sebesar 110.000 MT dan BBM sebanyak 157 juta liter.

Nicke bilang, sebagian besar proyek yang sudah selesai itu adalah untuk mengoptimalkan distribusi di wilayah timur Indonesia seperti pembangunan Terminal BBM, Terminal LPG, Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) hingga pembangunan kapal untuk pengangkutan minyak.

Dengan adanya tambahan infrastruktur tersebut, maka proses distribusi ke wilayah timur menjadi lebih efektif dan efisien.

SDM unggul menjadi perhatian Pertamina.Dok Humas Pertamina SDM unggul menjadi perhatian Pertamina.

Pertamina juga telah sukses menuntaskan 161 titik BBM Satu Harga, menerapkan One Village One Outlet LPG, menggalakkan Pertashop yang bekerjasama dengan BUMDes di 50 titik, dan membangun 14 SPBU di Tol Trans Jawad an Sumatera. Upaya itu dilakukan demi pemerataan.

Sedangkan untuk memastikan kehandalan pelayanan langsung ke masyarakat, Pertamina juga menerapkan digitalisasi SPBU sehingga dapat memonitor stok dan penjualan berbasis realite melalui online dashboard.

Pertamina juga menyediakan Pertamina Delivery Services dimana konsumen dapat menikmati pelayanan BBM dan LPG hanya dengan menghuungi call centre 135.

Jadi perusahaan kelas dunia

Tidak hanya unggul di dalam negeri, Pertamina juga telah menunjukkan eksistensinya di sejumlah negara lain.

Contohnya, produk pelumas Pertamina yang telah merambah pada pasar internasional di 17 negara termasuk membangun pabrik berstandar internasional di Indonesia dan Thailand.

Begitu juga dengan industri penerbangan, dimana Avtur Pertamina telah dipasarkan di 60 airport seluruh dunia.

Selain itu, sejumlah produk Petrokimia telah memasuki pasar internasional di antaranya seperti Green Coke, Exdo-4 dan SF-05.

Terakhir, pada 2019, Pertamina juga mulai merambah ke bisnis bunker (pengisian bahan bakar kapal laut) dengan target awal pasar di Singapura.

Untuk mengakselerasi bisnis ke depan, Pertamina mengedepankan SDM yang unggul.Dok Humas Pertamina Untuk mengakselerasi bisnis ke depan, Pertamina mengedepankan SDM yang unggul.

Untuk mengakselerasi bisnis ke depan, Nicke percaya tidak lepas dari kebutuhan kualitas SDM yang unggul.

Menurut Nicke, dari sekitar 32.000 karyawan Pertamina saat ini, sekitar 62 persen di antaranya adalah milenial atau mereka yang berusia di bawah 35 tahun.

"Bahkan, posisi-posisi kunci di Pertamina, baik di Pertamina maupun di anak perusahaan, sudah banyak yang dipegang oleh milenial," papar Nicke.

Segala pencapaian dan upaya yang sudah dilakukan tersebut, semakin mengukuhkan posisi Pertamina di kancah internasional. Salah satunya terbukti dengan masuknya Pertamina di peringkat 175 dalam Fortune 500 pada 2019.

Kini, ujar Nicke, Pertamina semakin yakin dan percaya, bahwa visi perusahaan menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia semakin dekat.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com