Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal JS Saving Plan, Produk Jiwasraya yang Tawarkan Return Dua Kali Deposito

Kompas.com - 19/12/2019, 17:23 WIB
Muhammad Idris,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Skandal investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus bergulir. Perusahaan BUMN asuransi ini mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasinya, JS Saving Plan.

Nilai tunggakan pada nasabahnya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 12,4 triliun. Seretnya keuangan Jiwasraya bermula dari jatuhnya nilai portofolio saham yang dimilikinya.

Lalu apa sebenarnya JS Saving Plan?

JS Saving plan merupakan produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance.

Berbeda dengan produk asuransi unit link yang risiko investasinya ditanggung pemegang polis, JS Saving merupakan investasi non unit link yang risikonya sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.

Tujuh bank yang menjadi agen penjual yakni PT Bank Rakyat Indonesia, Standard Chartered Bank, PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Bank QNB Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), dan PT Bank KEB Hana.

Baca juga: Kesamaan Jiwasraya dan Bakrie Life, Iming-iming Return Tinggi

JS Saving Plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9 persen hingga 13 persen sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.

Nilai return ini jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat daripada bunga yang ditawarkan deposito bank yang saat ini besarannya di kisaran 5-7 persen.

Kesalahan manajemen lama dalam penempatan dana investasi nasabah ini jadi penyebab utama pembayaran polis kepada nasabah macet. Total polis jatuh tempo atas produk JS Saving Plan pada Oktober-Desember 2019 yakni sebesar Rp 12,4 triliun.

Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.

Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.

Baca juga: Nasib Jiwasraya, Main Saham Gorengan Berujung Gagal Bayar

Sementara itu aset lainnya yang ditempatkan di obligasi korporasi dan SUN relatif stabil.

Saham-saham yang dikoleksi Jiwasraya sangat fluktuatif yang disebut-sebut masuk dalam kategori saham gorengan. Di sisi lain, aset perusahaan asuransi ini juga tak cukup menalangi pembayaran polis.

Jiwasraya sebenarnya memiliki aset tetapi nilainya menyusut menjadi Rp 2 triliun dari Rp 25 triliun. Sehingga, nilai aset tersebut tidak mungkin diandalkan untuk melunasi pembayaran.

Kondisi kinerja investasi yang terpuruk ini membuat rasio kecukupan modal sampai minus menjadi 805%, jauh di atas modal minimum yang wajib dipenuhi oleh perusahaan asuransi sebesar 120% sebagaimana yang ditetapkan OJK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com