Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Berani Selesaikan Masalah Likuiditas Jiwasraya

Kompas.com - 23/12/2019, 21:06 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih disorot publik.

Pun Kejaksaan Agung mengindikasikan adanya praktik korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp 13,7 triliun.

Ekonom dari Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah meminta pemerintah berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya.

Tidak hanya itu, pemerintah juga harus memberi perhatian kepada nasabah agar mereka memberi dukungan kepada manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan.

"Pemerintah sekarang harus berani mengambil tindakan. Masyarakat juga harus memahami. Kehati-hatian mengambil kebijakan menyelesaikan kasus Jiwasraya, saya kira sedikit banyak dipengaruhi oleh kasus Century. Tapi jangan malah tidak berani mengambil keputusan karena kasus Century dulu," kata Piter dalam keterangannya, Senin (23/12/2019).

Baca juga: Erick Thohir Tegaskan Eks Dirut Jiwasraya dalam Proses Hukum

Piter berpandangan, akar permasalahan Jiwasraya disebabkan oleh ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.

Menurutnya, keputusan pemerintah yang terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp 3,29 triliun pada 2006 menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot pada angka Rp 5,7 triliun di akhir 2009.

Adapun batalnya pemberian fasilitas Penanaman Modal Negara (PMN) melalui penerbitan Zero Coupon Bond pada periode 2010-2011 semakin memperburuk tingkat solvabilitas perseroan per 30 November 2011 di angka Rp 6,39 triliun.

"Persoalan Jiwasraya menumpuk karena pembiaran yang terlalu lama. Ekuitas yang sudah negatif sejak tahun 2006. Artinya perhatian dan upaya yang sungguh-sungguh sudah harus dilakukan pada tahun 2006," ujar Piter.

Baca juga: Erick Thohir Bungkam soal Jiwasraya, Ini Alasannya

Pada 2010-2012, langkah penyelamatan yang diambil manajemen lama adalah revaluasi aset dan melimpahkan sebagian kewajiban Jiwasraya terhadap pemegang polis ke perusahaan reasuransi.

Skema reasuransi dan revaluasi dinilai tidak memberikan keuntungan yang berarti lantaran perbaikan angka defisit hanya merupakan hasil yang semu, sehingga solusi tersebut malah menjadi masalah baru.

Piter mengatakan, dengan keputusan merilis produk JS Saving Plan pada 2013 memang Jiwasraya akan mampu meningkatkan aset, sekaligus memiliki dana segar demi menutup defisit keuangan perusahaan untuk sementara waktu.

Akan tetapi, di waktu yang sama, perseroan pun harus menghadapi eskalasi risiko atas liabilitas jangka pendek, ditambah meroketnya beban bunga.

Baca juga: Ini Langkah Erick Thohir Atasi Masalah Gagal Bayar Jiwasraya

Ini lantaran produk JS Saving Plan merupakan utang perusahaan yang harus dibayar ke nasabah dengan bunga 9 hingga 13 persen, bertenor 1 tahun. Masalah kian muncul kala portofolio investasi yang diperoleh dari JS Saving Plan ditempatkan di saham-saham gorengan, tanpa mengedepankan manajemen risiko.

"Itu namanya gali lubang tutup lubang. Persoalannya bukan di pendanaan, tapi di pengelolaan investasi yang kadung salah itu membuat Jiwasraya kondisi kesulitan likuiditas. Jadi salah obat dan bagian yang diobati juga salah," papar Piter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com