Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biar Paham, Ini Penjelasan soal Saham Gorengan

Kompas.com - 09/01/2020, 15:02 WIB
Kiki Safitri,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mungkin Anda sering mendengar mengenai saham gorengan sebagai sebuah bentuk negatif dari transaksi saham.

Belakangan ini, asuransi BUMN Jiwasraya juga tak luput dari aksi goreng-menggoreng saham.

Lalu, apa itu saham gorengan? Mengapa saham gorengan selalu identik dengan citra manipulasi saham yang menghadirkan persepsi negatif?

Pengamat pasar modal, Satrio Utomo menyebutkan definisi saham gorengan merupakan saham yang kualitas dan likuiditasnya rendah.

"Sebenarnya definisi saham gorengan tak hanya kualitas dan likuiditasnya yang rendah tapi juga berfundamental jelek," kata Satrio kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Baca juga: BPK Sebut Jiwasraya Investasi di Saham Gorengan Ini, Apa Saja?

Di sisi lain, Satrio menilai praktik menggoreng saham cenderung diartikan sebagai manipulasi pasar oleh masyarakat awam.

Apalagi pasal karet dalam Undang-undang pasar modal membuat regulator denderung buang badan terkait praktik goreng saham.

"Kan kalau peraktik menggoreng saham itu, orang awam menerjemahkan sebagai market manipulasi pasar. Tapi kan bursa dan OJK selalu ngeles kan, 'belum tentu! Karena market manipulasi itu bla bla bla...'," tegasnya.

Satrio juga menyebut, saham BUMN dan saham BUMD juga tidak menutup kemungkinan berkinerja jelek.

 

Baca juga: Buka Perdagangan BEI 2020, Jokowi: Goreng Saham Tidak Boleh Ada Lagi!

Beberapa saham BUMN yang dibeli oleh Jiwasraya juga merupakan saham BUMN /BUMD berkinerja jelek.

"Itu sebabnya ada sebagian dari itu yang disebutkan juga saham BUMN," jelasnya.

Satrio menjelaskan perusahaan membeli saham-saham berkinerja jelek hanya untuk menunjukkan portofolio "bagus" kepada investor lain atau siapapun yang tidak mengeri. Membeli saham gorengan juga menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab dalam investasinya.

"Dengan (membeli saham) BUMN-kan perusahaan mencoba memperlihatkan kepada yang tidak mengerti. Kalau saya itu investasinya bertanggung jawab. Saya itu belinya saja BUMN," ungkapnya.

Baca juga: Sempat Melemah, Pasar Saham Asia Bangkit

Namun naas, jika seorang yang akan berinvestasi justru memahami istilah saham gorengan.

"Meskipun ada orang yang bilang, emang itu BUMN-nya bagus ya? Enggak, itu BUMN-nya gorengan. Mereka kan bisa ngeles awalnya," jelas Satrio.

Satrio menyebut sejak dirinya mulai terjun di pasar modal tahun 1998, ia mengamati bahwa rally saham BUMN mulai tahun 2002, dimana sejak itu saham BUMN mulai menjadi tulang punggung dari pasar modal Indonesia.

"Kalau kita lihat yang big cap kita yang gede itu cuma Telkom. Setelah tahun 2002, selai saham Telkom, ada juga saham Mandiri, BRI, BNI dan banyak lagi. Dan boleh dikatakan BUMN itu sekitar 30 persen sampai 40 persen dari market bursa saham kita," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com