Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasio NPF Cukup Rendah, Ini Strategi yang Ditempuh BTPN Syariah

Kompas.com - 18/01/2020, 08:02 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT BTPN Syariah (KOMPAS100: BTPS) mencatatkan non-performing financing (NPF) atau rasio pembiayaan bermasalah di level 1,3 persen.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata NPL perbankan yang mencapai 2,5 persen akhir 2019 lalu.

Direktur Utama BPTS Ratih Rachmawaty mengatakan pihaknya menyalurkan pembiayaan ke segmen ultra mikro atau segmen keluarga prasejahtera. 

Direktur Utama BPTS Ratih Rachmawaty menjelaskan, berdasarkan segmennya, pembiayaan perusahaan masuk ke dalam kategori ultra mikro dengan pinjaman mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 50 juta.

"Kami di segmen ini sudah sejak 2009, kala itu masih Unit Usaha Syariah (UUS). Kemudian kami spin off di tahun 2014 dan sampai sekarang masih fokus menyalurkan pembiayaan ke segmen keluarga prasejahtera," ujar dia saat menjadi pembicara di CEO Talk di Menara Kompas, Jumat (14/1/2020).

Baca juga: Waktu Tidur Cukup, Rahasia Dirut BTPN Syariah Jaga Kualitas Kerja

Ratih pun menjelaskan, salah satu strategi bank yang dia pimpin untuk menjaga kualitas kredit adalah dengan menyalurkannya ke ibu-ibu secara berkelompok.

Sebab, berdasarkan analisa perusahaan, debitur perempuan khususnya ibu rumah tangga punya tanggung jawab dan kemampuan mengelola keuangan yang lebih prima.

Kini, jumlah debitur BTPN Syariah mencapai 5,2 juta dengan 3,6 juta di antaranya masih debitur aktif. Kredit pun disalurkan oleh community officer yang sebagian besar juga perempuan.

"Pinjaman nggak langsung dikasih, tapi harus lulus pelatihan lima hari, satu hari satu sampai dua jam saja," ujar dia.

Tak gunakan debt collector

Hal unik lainnya, Ratih mengaku tak menggunakan jasa debt collector untuk menagih kredit macet nasabah. Dia mengatakan, strategi perusahaan untuk pembiayaan-pembiyaan yang sudah terlanjur macet dengan tekanan sosial.

Di setiap kelompok ibu-ibu yang terbentuk pastu memiliki ketua. Nah, ketua tersebut dipilih biasanya berdasarkan pengaruh dia di masyarakat.

"Kalau pertama kali itu ditanggungrenteng, dibayar sama temen-temennya. Tapi kalau udah kedua kali, ketiga kali, temennya bakal marah duluan," ujar Ratih.

"Kami tidak memiliki debt collector sama sekali. Jadi 1,3 persen itu macet ya sudahlah. Tapi konsekuensinya dia malu sama teman-temannya sendiri. Penaltinya itu ya dua cicilan awal dibayarin sama kelompok," jelas dia.

Selain berhasil menjaga kualitas kredit itu, BTPS mencatatkan rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) menembus 40 persen.

"Padahal, ketentuan dari regulator minimal hanya 8 persen, tapi sengaja kami optimalkan. Mengingat risiko di ultra mikro yang juga besar," ujar dia.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per November 2019, perolehan laba bersih BTPS mencapai Rp 1,24 triliun. Realisasi tersebut mengalami peningkatan sebanyak 37,67 persen secara year on year (yoy).

Adapun kini, harga saham BTPS telah melampaui harga saham induk perusahaan. BTPS kini memiliki harga saham sebesar Rp 4.390 per lembar saham (17/1/2020) sementara Bank BTPN sebesar Rp 3.110 per lembar saham.

Menurut Ratih, nilai tersebut terbilang wajar lantaran sebanyak 29,97 persen saham perusahaan merupakan milik publik, sedangkan BTPN saham publiknya masih di bawah 10 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com