Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cukup dengan Omnibus Law, Tarik PMA Juga Perlu SDM Unggul

Kompas.com - 28/01/2020, 20:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia (World Bank) dalam laporannya tentang World Development Report 2020 menyatakan, reformasi kebijakan yang dilakukan RI masih belum cukup untuk menarik Penanaman Modal Asing (PMA).

Adapun reformasi kebijakan yang dimaksud adalah penyederhanaan regulasi dengan omnibus law, di antaranya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, dan implementasi Online Single Submission (OSS).

Chief Economist East Asia and Pacific Bank Dunia, Aaditya Mattoo mengatakan, untuk menarik PMA datang hingga memperoleh manfaatnya, Indonesia perlu sumber tenaga kerja yang kompetitif yang saat ini masih terbatas.

"Sebagian dari ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia tidak melengkapi penduduknya dengan keterampilan yang cukup," ujar Aaditya di Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Omnibus Law, Didukung Pengusaha Ditolak Buruh

Aaditya bilang, akibatnya investor tidak dapat mengatasi langkanya tenaga ahli di dalam negeri. Bila mendatangkannya dari luar negeri pun, izin kerja untuk tenaga asingnya dibatasi. Aaditya pun membandingkannya dengan negara tetangga.

"Di Indonesia perbandingannya adalah 73 tenaga ahli asing per 100,000 pekerja dalam negeri. Sementara di Malaysia rasionya adalah 858 per 100,000 pekerja," terang Aaditya.

Apalagi bila dilihat dari tingkat upah, kata Aaditya, tingkat upah RI memang masih setengahnya dari tingkat upah China. Namun, biaya tenaga kerja aktual RI lebih tinggi karena rendahnya produktifitas tenaga kerja.

Apresiasi

Kendati demikian, Bank Dunia mengapresiasi langkah Indonesia yang tengah menggodok reformasi kebijakan. Sebab, langkah itu merupakan awalan yang bagus untuk meningkatkan peran RI dalam rantai nilai global (RNG/GVC).

Aaditya mengatakan, penyederhanaan regulasi setidaknya dapat menghapus beberapa batasan Penanaman Modal Asing (PMA) yang selama ini mandek.

"Karena batasan tersebut telah mengurangi arus investasi asing ke Indonesia dan beralih ke negara lain," terang Aaditya.

Namun Aaditya bilang, ada 2 risiko yang perlu kembali diperhatikan. Pertama, reformasi kebijakan mungkin tidak dapat menjawab semua hambatan kunci dari lemahnya partisipasi Indonesia dalam RNG.

"Selain itu, negara-negara di dunia terkadang memperlemah perlindungan sosial dan lingkungan untuk menarik RNG," sebutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com