Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Omnibus Law Jadi Harapan Pelaku Bisnis dan Investasi, Benarkah?

Kompas.com - 01/02/2020, 18:51 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah berharap adanya omnibus law dapat mengurangi kendala investasi.

"Kami harap hambatan investasi berkurang cukup banyak dan bisa terus mendorong investasi Indonesia," kata Piter kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2020).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Rabu (29/1/2020).

Sehari setelahnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga bertemu dengan Puan Maharani.

Para menteri datang ke gedung DPR RI terkait rencana pemerintah menyerahkan draft omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.

Baca juga: Jokowi Tak Ingin Ada Penumpang Gelap di Omnibus Law

Piter menyebut ada sejumlah faktor di luar regulasi yang menghambat investasi, salah satunya adalah birokrasi.

Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menyampaikan pendapatnya terkait adanya wacana Tax Amnesty jilid II dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/8/2019).KOMPAS.COM/MURTI ALI LINGGA Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menyampaikan pendapatnya terkait adanya wacana Tax Amnesty jilid II dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Selama ini, mental birokrat yang buruk dianggap sebagai faktor penyebab terhambatnya laju investasi di Indonesia.

“Selain birokrasi, person-nya sendiri bisa jadi penghambat. Regulasinya sudah bagus, tapi sosok-sosok di balik mejanya itu juga bisa menghambat,” jelasnya.

Hambatan-hambatan itu, ia melanjutkan, belum termasuk “hantu-hantu” penjegal iklim investasi di Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani ke DPR, Bahas Omnibus Law RUU Perpajakan dengan Puan Maharani

“Yaitu hantu-hantu di pengadilan, hantu berdasi di legislatif, dan hantu di yudikatif,” katanya.

Ketidakkonsistenan pemerintah, imbuh dia, juga menjadi masalah besar dalam investasi.

Piter mencontohkan, keluarnya Samsung dari ranah investasi juga dikarenakan pemerintah tidak konsisten.

Batalnya Samsung berinvestasi membuat Indonesia kehilangan banyak peluang. Selain soal Samsung, Piter juga mencontohkan Unilever di Kuala Tanjung.

Baca juga: BKPM Bandingkan Urus Investasi di Vietnam dan RI, Apa Bedanya?

“Unilever sudah investasi Rp 50 miliar, tetapi apa yang sudah dijanjikan oleh pemerintah juga tidak kunjung dipenuhi, padahal mereka sudah investasi,” ujarnya.

Ia menilai ketidakkonsistenan kebijakan seringkali melukai investor, termasuk juga ketidakpastian hukum.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com