Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluhkan Serbuan Baja China, Bos Krakatau Steel Serukan Petisi Anti-dumping

Kompas.com - 17/02/2020, 20:23 WIB
Muhammad Idris,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menyatakan telah menyampaikan petisi anti dumping HRC Paduan (yang merupakan like product/produk sejenis) dari China kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Chairman The Indonesian Iron and Steel Industry Association atau Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Silmy Karim mengatakan berdasarkan informasi yang diketahui, KADI telah melakukan pra-notifikasi kepada pemerintah China.

Silmy yang juga merupakan Direktur Utama Krakatau Steel menyampaikan, pembuatan petisi tersebut merupakan salah satu upaya pengendalian importasi besi dan baja yang masuk ke Indonesia, khususnya dari China yang dilakukan dengan cara unfair trade.

“Saat ini banyak negara eksportir melakukan ekspor produk baja dengan cara yang unfair, seperti halnya dumping," jelas Silmy dalam keterangannya, Senin (17/2/2020).

Baca juga: Bisnis Krakatau Steel, BUMN Baja tapi Jadi Developer Rumah Tipe 52

Padahal seharusnya, sambung dia, baja paduan sesungguhnya/special steel memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu.

"Sedangkan baja paduan dari China sebagian besar memiliki spesifikasi yang sama dengan produk HRC karbon biasa yang diproduksi oleh produsen baja dalam negeri dan saat ini telah mengalami oversupply," tambahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah importasi baja hot rolled coil/plate (HRC/P) paduan atau juga disebut baja gulungan atau lembaran canai panas paduan mencapai 675 ribu ton pada 2019.

Volume impor produk HRC/P paduan tersebut cukup tinggi, mengingat 65 persen di antaranya dapat diproduksi oleh produsen baja nasional.

Dalam rangka mengamankan pasar baja nasional dari praktek pengalihan HS code (circumvention practice) baja impor dan mengamankan potensi bea masuk yang seharusnya diperoleh pemerintah dari praktek tersebut.

Baca juga: Derita Krakatau Steel: Rugi Menahun, Utang Menggunung

Silmy juga mengatakan, pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) penting bagi industri baja nasional, mengingat tarif Bea Masuk Most Favoured Nation (MFN) untuk produk-produk baja sebagian besar sudah diturunkan (bahkan sampai 0 persen).

“Dengan adanya perjanjian perdagangan bebas/Free Trade Agreement (FTA) antara Indonesia dengan negara-negara penghasil baja besar, salah satunya dengan China telah menurunkan Bea Masuk MFN hingga 0 persen," ujarnya.

Adanya praktek circumvention dalam importasi produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon menjadi paduan yang merupakan upaya tidak fair  dari eksportir untuk memperoleh keuntungan terhindarnya dari tarif bea masuk dan diperolehnya export tax rebate.

Impor produk baja paduan seperti boron steel yang pada kenyataannya merupakan produk sejenis yang di produksi oleh produsen dalam negeri dan diperuntukkan bagi penggunaan komersial telah mengganggu kinerja produsen baja nasional.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, impor baja paduan ini terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2019.

Lanjut Silmy, kondisi yang terjadi adalah volume impor baja karbon terus menurun yang disubstitusi oleh meningkatnya volume impor baja paduan secara signifikan.

Baca juga: Disorot Erick Thohir, Krakatau Steel Juga Punya Bisnis Lapangan Futsal

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com