Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Cerita Tim Medis Sinar Mas saat Penanggulangan Karhutla

Kompas.com - 28/02/2020, 12:25 WIB
Inadha Rahma Nidya,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada puncak kemarau 2019, sejumlah daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kondisi tersebut terjadi sepanjang Agustus hingga September tahun 2019.

Hal tersebut membuat Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas menyiagakan segenap sumber daya pencegahan karhutla ke beberapa wilayah konsesi, seperti Riau, Sumatera Selatan, Jambi hingga sebagian Kalimantan.

Meski begitu, Regu Pemadam Kebakaran (RPK) tak hanya bertugas pada areal konsesi. Karena api tidak boleh dibiarkan, setidaknya jarak 5 kilometer di luar konsesi masih menjadi ruang aksi mereka.

Sinar Mas menyiapkan penanggulangan kebakaran secara terintegrasi atau dikenal dengan Integrated Fire Management (IFM).

Baca juga: Ini Wujud Nyata Kepedulian Sinar Mas terhadap Lingkungan

Cara tersebut terdiri dari aspek pencegahan, persiapan, deteksi dini dan respons. Jadi, bukan hanya elemen pemantauan, pencegahan dan pemadaman saja yang hadir di lokasi, namun juga para petugas medis.

Priselia merupakan salah satu sosok petugas medis yang memiliki kapasitas, niatan, dan kerelawanan.

Priselia yang kesehariannya bertugas di Eka Hospital Pekanbaru, Riau, bersedia berkeliling menyambangi tiap Pos Komando Pemadam Kebakaran Hutan, di Kawasan Tanjung Jabung Timur, Jambi.

“Sebetulnya ada beberapa dokter lain, tetapi kebetulan saya yang lokasinya paling dekat,” kata Priselia, seperti dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga: Riau Bakal Hadapi Kemarau Panjang, TNI Gunakan Alat Canggih Atasi Karhutla

Priselia pun bercerita tentang pengalamanannya ketika bertugas pada musim kemarau 2019 lalu.

“Setiap harinya kurang lebih 10 petugas (pemadam kebakaran) yang saya periksa. Saya selalu membekali mereka dengan vitamin tambahan,” kata Priselia.

Pada hari-hari itu, Priselia bergelut dengan asap kebakaran hutan. Masker pun selalu siaga menemaninya kala asap menusuk pernapasan.

“Kami kerap meminta tambahan obat-obatan dan oksigen portabel. Asap pekat menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang. Petugas lapangan mudah pusing,” kata Priselia.

Baca juga: Cegah Karhutla, Wilayah Riau Harus Dapat Perhatian Serius

Kurang lebih enam bulan Priselia habiskan di sana. Selama itu pula aktivitasnya diisi dengan naik turun ambulans dan melakukan pemeriksaan dari tenda ke tenda.

Jelang pukul 21.00 atau 22.00, barulah Priselia mendapat kesempatan beristirahat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com