PADANG, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, masih ada jarak perbedaan yang tinggi antara inklusi dengan literasi jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan, inklusi keuangan setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan pada tahun 2019 sudah berhasil mencapai 76,19 persen.
Kendati demikian, sampai dengan tahun lalu literasi keuangan baru mencapai 38,03 persen.
"Tingkat literasi masih rendah, hasil survey baru 38 persen. Jadi gap-nya (dengan inklusi) masih tinggi," kata dia, di Padang, Jumat (13/3/2020).
Baca juga: Pasar Bergejolak, Ini Tips Menyusun Portofolio Investasi Anda
Tirta menjelaskan, ketimpangan hasil survei menandakan masyarakat hanya membeli produk keuangan namun tidak memahami beberapa aspek penting lainnya seperti risiko, kewajiban, dan pembiayaan.
“Masyarakat membeli produk keuangan, investasi dan sebagainya tapi mereka tidak paham risikonya apa, kewajibannya apa, biaya-biayanya berapa. Ini masyarakat belum paham,” katanya.
Salah satu contoh nyata rendahnya literasi keuangan adalah, masih banyak mahasiswa yang tidak mengetahui produk asuransi Jasa Raharja yang dibayar ketika melakukan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
"Mahasiswa sudah inklusi dengan membeli produk keuangan tanpa tahu. Banyak mahasiswa belum paham asuransi Jasa Raharja, tapi setiap tahun bayar. Ini perlu kita tahu," tuturnya.
Rendahnya tingkat literasi keuangan membuat masyarakat hanya mengetahui keuntungan dari produk yang dibeli.
"Mereka hanya paham benefitnya dengan return yang cukup tinggi, manfaat-manfaat lain. Tapi tidak paham risikonya," ucapnya.
Baca juga: Harga Minyak dan IHSG Merosot, Investasi Apa yang Cocok?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.