Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdampak Corona, Ini Tantangan yang Dihadapi Perbankan Nasional

Kompas.com - 01/04/2020, 17:57 WIB
Kiki Safitri,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Dampak menyebarnya virus corona ke berbagai sektor, termasuk sektor perbankan diyakini bakal segera pulih. Hal ini mengingat Indonesia sebelumnya juga sempat mengalami masalah kriris moneter yang cukup parah di tahun 1998 sampai 2008.

“Kita bandingkan dengan tahun 1998 dan tahun 2008, sektor perbankan Indonesia pernah mengalami hal yang jauh lebh parah daripada sekarang. Kalau saya lihat keadaan sekarang ini menantang, tapi tidak seperti tahun 1998,” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Periode 2015-2020 dan Ekonom Senior Fauzi Ichsan melalui video conference, Rabu (1/4/2020).

Fauzi mengatakan, kala itu pemerintah harus menggelontorkan dana untuk merekapitalisasi sektor perbankan sekitar Rp 600 triliun. Ia juga mengatakan, NPL (Non Performance Loan) sempat berada separuh dari balance sheet perbankan yakni 40 persen sampai dengan 50 persen.

Baca juga: Sri Mulyani Paparkan Skenario Terburuk Perekonomian RI Akibat Corona

“Bayangkan saja kurs rupiah terhadap dollar loncat dari Rp 2.300 per dollar AS ke Rp 15.000 sampai Rp 16.000 per dollar AS dalam waktu 9 sampai 12 bulan. Sektor korporasi pasti bangkrut dan korporasi juga bangkrut,” tambahnya.

Menurut Fauzi, saat ini Indonesia sedang mengalami masalah pada penurunan kualitas kredit. Hal ini juga bisa berdampak pada NPL yang berpotensi naik diatas 3 persen jika pertumbuhan ekonomi terus turun.

“NPL terakhir 2,8 persen sampai 2,9 persen. Yang patut dipantau itu adalah loan at risk-nya yang trakhir kali naik ke 11 persen. Intinya NPL bisa ditahan di bawah 3 persen atau 3,5 persen dengan restrukturisasi,” ungkapnya.

Pertahankan Kolektibilitas

Adapun yang ia maksud dengan restrukturisasi adalah dengan mempertahankan kolektibilitas kredit yang berada pada posisi 2 dan 1 agar tidak turun menjadi kolektibilitas 3, 4 dan 5 yang sudah masuk dalam kategori NPL.

“Namun juga harus dipertimbangkan, walalupun direstrukturisasi, kolektibilitas 1 dan 2 tentunya akan berdampak pada cash flow atau skema pembayaran cicilan si debitur terhadap bank, ini musti dilihat,” ujar dia.

Baca juga: Pandemi Corona, Pemerintah Anggarkan Rp 20 Triliun untuk Kartu Prakerja

Menurut dia, jangan sampai karena relaksasi penjadwalan ulang cicilan diberikan, maka NPL secara akunting-nya berada dibawah 3 sampai 3,5 persen. Namun cresit risk-nya yang malah meledak dan berdampak pada cicilan atau pembayaran terhadap bank.

“Sekarang kan 11 persen (loan at risk) mungkin bisa menuju ke arah 15 persen. Tapi kembali lagi karena raio kecukupan modal (CAR) bank itu relatif bagus di 23 persen atau kalau pun CAR 11 persen masih bisa disebap oleh model perbankan di Indonesia, walaupun pada bank-bank tertentu tantangannya cukup dalam ya,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com