JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Perikanan Suhana, menyarankan pemerintah untuk menunggu hasil riset Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dalam mengekspor benih lobster.
Ekspor benih lobster yang sejatinya plasma nutfah tak bisa hanya berdasarkan asumsi semata, atau hanya rekomendasi dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).
Dia mengimbau, pemerintah hendaknya mengikuti aturan yang telah ada dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12/2020 yang mewajibkan riset Komnas Kajiskan sebelum menentukan kuota mengekspor benih untuk para pelaku usaha.
"Ya saya kira KKP tidak perlu terburu-buru di dalam melakukan ekspor benur, lebih bagus silakan kaji dulu. Komnas kajiskan sesuai dengan Permen KP 12/2020 melaksanakan fungsinya dulu," kata Suhana saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/6/2020).
Adapun saat ini, Komnas Kajiskan belum sama sekali melakukan riset khusus soal benih lobster. Potensi lobster yang ada di Indonesia dinilai hanya asumsi belaka sehingga angkanya berubah-ubah.
Sementara menurut hasil kajian BRSDM KKP, potensi benih lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus) sebesar 278.950.000 ekor di 11 WPP-NRI.
"Kalau lihat kronologis datanya benih lobster yang disampaikan oleh KKP itu selalu berubah-ubah. Ada yang menyatakan sekian ratus miliar, ada yang nenyatakan sekian puluh miliar. Artinya mmg belum ada kajian khusus benih lobster," papar Suhana.
Padahal, metode riset yang dilakukan Komnas Kajiskan sangat komprehensif, mulai dari metode statistik hingga metode sampling lapangan baik melalui citra maupun secara langsung.
"Kalau hanya mengacu pada rekomendasi nota dinas BRSDM, artinya itu hanya melanggar Permen itu sendiri. Aturan dibuat sendiri, dilanggar sendiri. Makanya ini menimbulkan pertanyaan, kenapa terburu-buru seperti ini?" ucap Suhana.