Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SDA Melimpah, Mengapa Petani Indonesia Sulit untuk Sejahtera?

Kompas.com - 07/07/2020, 14:22 WIB
Elsa Catriana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri pertanian di Indonesia memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk sektor pertanian.

Chief Marketing Officer ekosis.id Ranggi Muharam mengatakan Indonesia juga merupakan produsen nomor satu dunia dalam hal ketersediaan ikan tuna, kelapa sawit, kelapa dan cengkeh.

"Bahkan Gross Domestic Product (GDP) untuk sektor Pertanian di tahun 2018 mencapai 128 miliar dollar AS. Hanya saja potensi-potensi besar ini tidak sesuai dengan kesejahteraan para petani kita," ujarnya saat jumpa pers virtual, Selasa (7/7/2020).

Baca juga: Gara-gara Alsintan, Anak Milenial Minati Sektor Pertanian

Ranggi juga mengatakan berdasarkan dari data BPS, rata-rata pendapatan para petani dan pelayan hanya mencapai Rp 1,36 juta per bulannya. Hal ini juga yang membuat jumlah petani dan nelayan di Indonesia terus berkurang setiap tahunnya.

"Ada beberapa alasan kenapa para petani kita belum bisa sejahtera. Berdasarkan identifikasi kami, mereka mengalami beberapa kesulitan seperti kesulitan dalam mengakses permodalan, kesulitan mengakses pasar dan transkasi tidak transparan," jelasnya.

Kurangnya pengetahuan yang membuat masalah-masalah ini terjadi sehingga menyebabkan para petani di Indonesia menjadi tidak sejahtera. Belum lagi banyaknya para petani yang tidak mengetahui cara untuk menjaga kualitas produk yang baik untuk diperjualkan.

Tak hanya itu, di sisi lain, dari segi industri agribisnis juga mempengaruhi kesejahteraan para petani.

Baca juga: Mentan: Sektor Pertanian Sudah Mulai Menyambut Era 4.0

Ranggi menyebut masih banyak pelaku industri agribisnis yang mengalami kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku secara berkelanjutan akibat banyaknya kualitas bahan baku yang buruk.

"Para industri agribisnis juga mengalami kesulitan untuk mencari suplier-suplier baru. Tidak sedikit dari mereka yang mencari menggunakan media sosial, efeknya apa? Banyak kasus penipuan yang terjadi dalam bertransaksi dan kasus-kasus penipuan menghantui para petani dan industri," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com