Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Anomali Kebijakan di Bidang Kesehatan Saat Pandemi

Kompas.com - 05/08/2020, 21:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Felix Wisnu Handoyo

KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan pada bulan Juli 2020 yang tertuang dalam Perpres No.64 Tahun 2020 merupakan pengulangan dari kebijakan pemerintah yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Meski, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini lebih rendah Rp 10.000 dibandingkan rencana awal yang tertuang pada Perpres No 75 Tahun 2019, untuk kelas 1 dan kelas 2, kecuali kelas 3 memiliki kenaikan iuran yang sama.

Di tengah pandemi Covid-19 kenaikan iuran BPJS Kesehatan memiliki makna beban ganda, karena tidak sedikit masyarakat yang kehilangan atau menurunnya pendapatan. Bahkan, tidak sedikit yang mengalami pemutusan hubungan kerja.

Namun demikian, pemerintah menyiapkan buffer bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) dengan memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 hingga akhir 2020 dan Rp 7.000 pada tahun 2021, apabila teregistrasi pada peserta kelas 3.

Skema kenaikan iuran di tahun 2020, pada dasarnya lebih membebani peserta yang menjadi peserta BPJS Kesehatan untuk kelas 1 dan 2. Artinya, masyarakat kelas menengah ke atas yang dianggap memiliki kemampuan finansial yang lebih baik.

Meskipun demikian, lamanya periode pandemi pun tidak luput menghantam masyarakat kelas menengah terutama menengah bawah. Akibatnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menuai sentiment negatif dari masyarakat secara keseluruhan, karena hampir semua level masyarakat ikut terdampak akibat pandemi ini.

Kendati kenaikan iuran BPJS-Kesehatan merupakan keniscayaan, tetapi kenaikan iuran saat ini bukan momentum yang tepat.

Di balik kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil simulasi moderat dengan membagi setiap kategori perserta dalam ketiga jenis kelas layanan. Maka, kenaikan iuran BPJS-Kesehatan per Juli 2020 akan meningkatkan pendapatan BPJS Kesehatan menjadi Rp 14 triliun per bulan.

Dengan komposisi subsidi pemerintah (pusat dan daerah) sebesar Rp 5,658 triliun dan iuran masyarakat sebesar Rp 8,622 triliun jika seluruh peserta melaksanakan pembayaran iuran BPJS-Kesehatan.

Namun, apabila hanya 50 persen dari peserta non subsidi yang membayar iuran (Rp 4,311 trilliun), BPJS Kesehatan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 9,969 triliun per bulan.

Tentu anggaran tersebut dapat dikatakan belum mampu menutup defisit BPJS Kesehatan apabila dalam kondisi normal (sebelum pandemi Covid-19). Kondisi ini setidaknya dapat menekan potensi defisit keuangan BPJS Kesehatan di masa mendatang.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada dasarnya juga meningkatkan subsidi pemerintah yang diberikan kepada masyarakat khususnya peserta PBI, PBPU, dan BP, yang terdaftar di kelas 3.

Tampaknya, pemerintah berupaya meningkatkan kontribusi peserta non subsidi melalui kenaikan iuran bagi peserta di kelas 1 dan 2. Tentunya hal ini sebagai upaya meningkatkan kemampuan finansial BPJS Kesehatan dalam melakukan pembiayaan kesehatan bagi peserta aktif yang terdaftar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com