Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah 50 Tahun, Krakatau Steel Ganti Logo Baru

Kompas.com - 28/08/2020, 14:55 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk meluncurkan logo baru setelah 50 tahun menggunakan ladle (wadah peleburan besi dalam proses produksi baja) berwarna merah sebagai logo perseroan.

Dalam logo yang baru, Krakatau Steel mengusung warna biru untuk logo berbentuk K yang terdiri dari tiga komponen yang memiliki makna Progressive, Collaborative, dan Robust.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan perubahan logo tersebut dilakukan dalam rangka mendorong perseroan untuk terus maju.

Baca juga: Wamen BUMN Minta Perusahaan Pelat Merah 'Sedekah' ke Krakatau Steel

"Inovasi sangat penting dilakukan untuk melahirkan ide-ide baru yang mendukung kinerja perusahaan serta tentunya harus dapat memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara, khususnya pada industri baja nasional," jelas Silmy Karim dalam keterangan resminya, Jumat (28/8/2020).

Silmy menjelaskan, pihaknya ke depan akan mengoptimalkan utilisasi industri baja dalam negeri. Salah satunya dengan memanfaatkan pabrik-pabrik milik mitra yang didukung oleh bahan baku yang diproduksi oleh Krakatau Steel.

"Ini merupakan terobosan baru untuk meminimalkan biaya investasi, perluasan varian produk Krakatau Steel, serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi Indonesia," jelas dia.

Sementara itu, kebutuhan baja dalam negeri diprediksi terus meningkat. Di 2022, kebutuhan baja dalam negeri diprediksi bisa mencapai 19 juta ton dan terus meningkat hingga 23,34 juta ton di tahun 2025.

Meski demikian, pandemi Covid-19 memengaruhi over supply baja dipasar global, sehingga produsen baja mencari negara-negara yang nampaknya empuk untuk dapat dimasuki, salah satunya Indonesia.

Baca juga: Dapat Dana Talangan Rp 3 Triliun, Ini yang Akan Dilakukan Krakatau Steel

Dari kapasitas produksi baja dalam negeri yang mencapai 4,9 juta ton per tahun, utilisasinya belum 100 persen. Pasalnya, industri di Indonesia diserbu oleh baja impor.

Padahal, kapasitas produksi hot rolled coil masih di atas permintaan tahunan di Indonesia. Sebagai contoh, pada 2019, produksi hot rolled coil 1,37 juta ton, sementara volume permintaan mencapai 2,6 juta ton.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com