Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Yang Dilakukan Pemerintah Seharusnya Tidak Dinilai sebagai Sebuah Ketidakkonsistenan..."

Kompas.com - 10/09/2020, 12:03 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi lebih dari satu semester, masih belum dapat diprediksi kapan berakhir. Hal ini tentunya membuat kekhawatiran pada masyarakat.

Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Kementerian Keuangan mengakui, ada kalangan yang menilai dinamika aturan pemerintah merupakan sebuah bentuk inkonsistensi. Namun, di balik itu semua terselip tujuan yang sama dari pemerintah dan masyarakat yaitu menekan laju kenaikan Covid-19.

“Pergerakan dan dinamika yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak dinilai sebagai sebuah ketidakkonsistenan, tetapi sebuah adaptasi. Kita harus responsif dan adaptif, karena perubahan yang cepat dan tidak menyenangkan dari mulai krisis kesehatan, menjadi krisis kemanusiaan dan kemudian krisis ekonomi,” kata dia dalam acara Indonesia Content Marketing Forum (ICMF), Rabu (9/9/2020).

Baca juga: Jangan Terjebak Investasi Bodong Saat Pandemi, Coba Perhatikan Langkah Ini

Menurut Rahayu, kondisi yang terjadi di seluruh dunia ini juga tentunya merupakan tantangan tersendiri dari pihak regulasi dalam menghadapi berbagai pandangan negatif dan juga informasi simpang siur yang terjadi.

Maka dari itu, muncul sebuah gagasan empowering ecosystems yang merupakan sebuah tindakan yang dilakukan pemerintah dengan mendengar keluh kesah rakyat serta berupaya tetap hadir memberikan solusi di tengah kondisi sulit.

Empowering ecosystem merupakan bagaimana kita memberikan pesan kepada publik, pemerintah hadir mendengar. Sehingga ketika ada kritik, pemerintah juga tidak serta merta reaktif dan membela diri. Kami akan tanggap untuk menggarap kebijakan selanjutnya,” ucap dia.

Walau demikian, tidak bisa dipungkiri persoalan saat ini adalah kondisi yang terus mengkhawatirkan dengan kenaikan kasus, dana pemerintah yang terbatas, dan waktu yang singkat. Sehingga penetapan prioritas menjadi sangat penting untuk meminimalisir kejatuhan lebih dalam.

“Kita masih belajar berkolaborasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Kita juga harus meng-handle hoaks dan disinformasi dimana audience-nya berasal dari berbagai level,” jelas dia.

Maka dari itu, saat ini prioritas adalah kepada UMKM agar bisa melanjutkan usahanya. Caranya adalah dengan membangun kesadaran untuk membeli produk UMKM. Melalui empowering ecosystem, penerima manfaat juga turut berpartisipasi menggerakkan roda ekonomi.

“Kita harus didatangi Covid-19 dulu baru bisa kompak (pemerintah, swasta dan masyarakat). Untuk bisa sampai kesana tentu ada prosesnya. Pemerintah harus ambil peran dengan mengajak kerja sama swasta dan juga media untuk menyuarakan kebangkitan,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi Widodo Muktiyo mengatakan, dinamika yang terjadi akan membentuk perubahan respons pemerintah dan apa yang harus dilakukan pemerintah terkait perubahan kondisi.

Tidak bisa dipungkiri hal itu terlihat tidak konsisten. Masyarakat pun kesulitan memahami situasi yang berubah.

“Saat ini regulasi mengalami dinamika, jika dulu kita sebatas mengimbau, saat ini kita meningkatkan kedisiplinan dengan penegakan hukum. Di sisi lain kita harus memberlakukan protokol kesehatan termasuk mengikuti implikasi virtual,” jelas dia.

Baca juga: Imbas Pandemi, Pendapatan Bioskop Seluruh Dunia Diprediksi Anjlok 66 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com