Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Penerimaan Negara Menurun, Sri Mulyani Perlebar Defisit Anggaran 2021 Jadi 5,7 Persen

Kompas.com - 11/09/2020, 17:07 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengubah beberapa postur dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan dilakukan lantaran terdapat banyak ketidakpastian yang muncul akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Perubahan postur RAPBN 2021 salah satunya mengenai defisit anggaran yang diperlebar. Banggar dan pemerintah sepakat untuk memperlebar desain defisit anggaran pada tahun depan.

Baca juga: Melonjak, Defisit APBN 2020 Mencapai Rp 330,2 Triliun

Pada tahun 2021 mendatang, defisit anggaran akan mencapai Rp 1.006,4 triliun. Angka tersebut setara dengan 5,7 persen dari PDB. Sementara di dalam Nota Keuangan yang dibacakan Presiden Joko Widodo Agustus lalu, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp 5,5 persen dari PDB atau sebesar RP 971,2 triliun.

"Keseluruhan defisit anggaran RAPBN 2021 mencapai Rp 1.006,4 triliun atau naik menjadi 5,7 persen dari PDB. Kenaikannya Rp 35,2 triliun atau 0,2 persen dari PDB kita,” ujar Sri Mulyani ketika rapat dengan Banggar DPR RI, Jumat (11/9/2020).

Namun demikian, defisit tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun ini yang ditargetkan sebesar 6,34 persen dari PDB.

Sri Mulyani menjelaskan, pelebaran defisit terjadi lantaran terjadi penurunan target pendapatan negara. Di sisi lain, belanja negara terjadi peningkatan.

Untuk pendapatan negara pada tahun 2021 mendatang ditargetkan sebesar Rp 1.743,6 triliun, atau lebih rendah Rp 32,7 triliun jika dibandingkan dengan rencana awal yang sebesar Rp 1.776,4 triliun.

Sementara dari sisi belanja negara ditargetkan meningkat Rp 2,5 triliun menjadi Rp 2.750 triliun.

"Angka Rp 32,7 triliun berasal dari penerimaan perpajakan yang mengalami penurunan target ke Rp 37,4 triliun karena dari perkembangan penerimaan pajak hingga Agustus 2020, dan diproyeksi hingga akhir tahun memang baseline akan lebih rendah dari Perpres 72," ujar Sri Mulyani.

Lebih rinci dijelaskan, pendapatan perpajakan pada tahun 2021 mendatang sebesar Rp 1.444,5 triliun, sementara di dalam nota keuangan sebesar Rp 1.481,9 triliun.

Sedangkan belanja negara meningkat karena belanja pemerintah pusat ditetapkan Rp 1.954,5 triliun, naik Rp 3,3 triliun dari Nota Keuangan. Namun Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp 800 miliar menjadi Rp 795,5 triliun.

Untuk belanja pemerintah pusat kementerian dan lembaga (K/L) tetap Rp 1.029,9 triliun, sementara belanja non K/L naik Rp 3,3 triliun menjadi Rp 924,7 triliun.

“Belanja non K/L naik Rp 921 triliun jadi Rp 924,7 triliun atau Rp 3,3 triliun dan dari pos belanja cadangan PEN yang meningkat Rp 15,8 triliun,” jelas Sri Mulyani.

Adapun untuk menurup defisit, pemerintah akan melakukan pembiayaan sebesar Rp 1.006,4 triliun. Pembiayaan ini naik Rp 35,2 triliun dari rencana awal yang terdapat pada Nota Keuangan.

Pembiayaan tersebut berupa pembiayaan utang Rp 1.177,4 triliun atau naik Rp 34,9 triliun dari Nota Keuangan. Selain itu ada juga pemberian pinjaman Rp 400 miliar, pembiayaan investasi Rp 184,5 triliun, hingga pembiayaan lainnya Rp 15,8 triliun.

Baca juga: Saat Cara RI Tutup Defisit Anggaran Dinilai Mengejutkan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com