Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Berbagai Kontradiksi di Balik RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 16/09/2020, 19:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Pihri Buhaerah

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang diusulkan oleh pemerintah hingga kini terus saja menuai kontroversi. Bahkan, sejumlah pihak terutama serikat pekerja menuding substansi ketenagakerjaan dalam RUU tersebut terlalu berpihak pada kepentingan pengusaha.

Jika ditelisik lebih mendalam, penolakan tersebut sejatinya dapat dipahami. Alasannya, sejumlah pasal yang dihapus memang berpotensi menciptakan informalisasi pasar tenaga kerja dalam skala yang lebih luas.

Hal itu ditunjukkan dengan dihapusnya Pasal 59 dan Pasal 66 ayat (1) dalam RUU Cipta Kerja. Dengan dihapusnya kedua pasal tersebut, maka sistem perjanjian kerja untuk waktu tertentu nantinya bisa diterapkan pada semua jenis pekerjaan tanpa mengenal batas waktu.

Sementara itu, dari sisi pemerintah, RUU Cipta Kerja diharapkan dapat memangkas dan menyederhanakan berbagai regulasi yang saling tumpang tindih sehingga iklim investasi menjadi lebih baik.

Dalam konteks ini, sejumlah regulasi yang dianggap menghambat investasi seperti UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu disesuaikan dengan situasi perekonomian nasional saat ini.

Seperti diketahui, meski memiliki sejumlah kelemahan, namun substansi ketenagakerjaan dalam ketiga UU tersebut dianggap masih lebih baik dibanding usulan perubahan dalam RUU Cipta Kerja. Artinya, aspek perlindungan tenaga kerja dalam ketiga UU tersebut dianggap sebagai penghambat investasi dan perluasan tenaga kerja.

Dengan kata lain, melambatnya laju investasi dan pertumbuhan lapangan kerja ditengarai karena pasar tenaga kerja dalam negeri yang kurang fleksibel. Konsekuensinya, informalisasi pasar tenaga kerja dianggap sebagai solusi permanen untuk mendongkrak investasi dan perluasan lapangan kerja. Padahal, dominasi pekerja sektor informal dalam pasar tenaga kerja terus meningkat dari waktu ke waktu.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, porsi pekerja informal di Indonesia mencapai 74,08 juta orang atau 57 persen dari total penduduk yang bekerja. Celakanya, tren tersebut sudah berlangsung cukup lama.

Tak berhenti di situ, struktur upah pun harus disesuaikan karena dianggap belum mencerminkan tingkat produktivitas sehingga menghambat investasi. Dengan begitu, kepastian berusaha bagi pengusaha dan investor menjadi lebih terjamin.

Sayangnya, argumen yang dibangun pemerintah bersama pengusaha mengandung sejumlah kontradiksi.

Pertama, RUU Cipta Kerja tampaknya melupakan besarnya peran konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasinya, informalisasi lapangan kerja dalam skala yang lebih luas jelas akan menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga. Alasannya, konsumsi rumah tangga yang bersumber dari pendapatan modal relatif masih terjaga sedangkan upah pekerja yang cenderung di bawah standar upah yang layak.

Hal itu tercermin dari sisi pendapatan modal yang terlihat belum menghadapi kendala yang cukup berarti karena tingkat suku bunga dan indeks harga saham gabungan (IHSG) masih di level yang kompetitif.

Sementara dari sisi pendapatan upah terlihat tidak begitu positif karena karena rasio pendapatan pekerja terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah 40 persen (ILO, 2020).

Kedua, tuntutan kenaikan upah yang layak adalah wajar karena Indonesia sudah memasuki fase industri manufaktur terbatas (limited manufacturing). Laporan pembangunan Bank Dunia 2020 menyatakan, tuntutan kenaikan upah cenderung akan meningkat saat proses industrialisasi suatu negara telah memasuki fase industri manufaktur terbatas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com