Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Para Pengusaha Merugi Terdampak Pandemi dan Dikejar Setoran Pajak...

Kompas.com - 29/09/2020, 09:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 telah menghambat kegiatan ekonomi, didorong penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah dan pembatasan gerak yang dilakukan masyarakat untuk menekan potensi penularan.

Imbasnya sangat terasa oleh para pengusaha yang sangat terpukul karena merugi. Omzet anjlok sejalan dengan penjualan yang turun drastis selama berbulan-bulan.

Meski demikian, pengusaha mengaku kewajiban membayar pajak masih terus berlanjut di kala pendapatan mereka terus tergerus. Oleh sebab itu, pengusaha bersuara meminta keringanan pajak demi mengurangi beban untuk bisa bertahan di masa krisis ini.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Industri Farmasi Mengaku PHK Sekitar 3.000 Karyawan

Pengusaha mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta sejumlah insentif pajak untuk menghindari terjadinya PHK kembali.

"Kami meminta pembebasan pajak-pajak yang memberatkan situasi pada saat ini, supaya kami bisa tidak terlalu besar kewajiban untuk setoran-setoran tersebut," ungkap Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah dalam konferensi pers virtual, Senin (28/9/2020).

Insentif pajak yang dimaksud yakni pembebasan sementara PPh final atas sewa, service charge, penggantian biaya listrik. Kemudian, PPh pasal 21, pasal 23, dan pasal 25, PPh 22 impor, serta meminta percepatan restrukturisasi PPN.

"Seperti pajak sewa itu 10 persen dari nilai sewa, dalam situasi saat ini akan sangat membantu dua pihak, baik bagi yang menyewa maupun yang menyewakan (gedung)," imbuhnya.

Sementara untuk insentif pajak pada pemerintah daerah (pemda) yang diminta adalah pembebasan sementara untuk pajak PB 1, PBB, pajak reklame indoor dan outdoor, pajak hiburan, dan pajak parkir.

"Kalau dari pemda itu kami minta karena meskipun pusat perbelajaan tutup dan tidak operasional secara penuh, tapi tetap bayar pajak reklame dan PBB. Kalau dibebaskan tentu ini manfaatya akan langsung ke pusat perbelanjaan untuk bisa atur cash flow supaya enggak defisit lagi dan bisa bantu minimalkan PHK," jelas Budihardjo.

Ia mengatakan, dengan tetap dibebankan pajak selama masa pandemi ini membuat kesulitan para pengusaha. Lantaran, omzet dan penjualan juga anjlok seiring dengan penurunan drastis pengunjung ke mal.

Menurut Budihardjo, selama ini pihaknya terus berupaya untuk memenuhi kewajiban membayar pajak kepada pemerintah, termasuk juga untuk sekecil mungkin melakukan pengurangan karyawan. Namun tetap diperlukan bantuan pemerintah dalam hal keringanan pajak.

"Kami sejak Maret sampai sekarang ini, itu adalah perjuangan maksimal dari kami," katanya.

Permintaan keringanan pajak juga disampaikan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran mengatakan, PSBB membuat kegiatan ekonomi sangat minim yang berimbas pada penurunan pendapatan, baik di bisnis hotel maupun restoran.

Ia pun berharap pemerintah bisa memberikan insentif pajak, khususnya di Pemprov DKI Jakarta yang kembali menerapkan pengetatan PSBB. Dengan demikian, pengusaha tak perlu dipusingkan dengan beban pajak hingga terjadi pemulihan ekonomi kedepannya.

"Pemerintah juga harus liat, kalau ingin lakukan PSBB hendaknya ringankan beban usaha, jangan dibalik. Sementara kebijakan PSBB dilakukan, pengusahanya tidak bisa melakukan bisnis, tapi pajaknya tetap di tarik," ucapnya kepada Kompas.com, Kamis (10/9/2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com