Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Prihatin Buruh Pukul Rata Upah Minimum

Kompas.com - 02/11/2020, 16:43 WIB
Ade Miranti Karunia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan keprihatinannya kepada para pekerja atau buruh yang kerap menyamaratakan upah minimum.

Menurut dia, upah minimum ini merupakan jaringan pengaman sosial.

"Yang disalahartikan sampai hari ini, kami masih prihatin bahwa seolah-olah upah minimum ini yang sifatnya upah rata-rata, padahal enggak seperti itu. Sehingga kalau mau upayakan upah di atas upah minimum itu sebetulnya ada dalam skala upah," ujarnya dalam konfrensi pers secara daring, Senin (2/11/2020).

Baca juga: Upah Minimum Tidak Naik, Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional

Menurut Hariyadi, formulasi perhitungan upah minimum menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 yang selama ini dilontarkan dan dituntut oleh serikat pekerja, justru menghasilkan upah lebih rendah.

"Dari sisi formula yang dipakai karena Undang-Undang Cipta Kerja belum diundangkan sehingga yang berlaku adalah PP 78/2015. Kalau memakai PP 78 perhitungannya ada pertumbuhan ekonomi nasional ditambah dengan inflasi," katanya.

"Kalau memakai rumus itu maka hasilnya adalah negatif. Karena kita minus 5,32 persen dan inflasi 1,24 persen. Kalau ditambahkan, itu masih minus 3 persen. Tentunya tidak mungkin pakai formula itu, karena enggak mungkin upahnya naik tapi turun sehingga rekomendasi upahnya tetap," jelas Hariyadi lagi.

Dirinya menilai, dari hasil kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja yang telah disesuaikan menjadi 64 komponen oleh Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), menunjukkan masih di bawah upah minimum.

"Artinya, KHL itu kalau dihitung dengan komponen yang ada masih di atas upah minum yang berlaku karena inflasi rendah bahkan beberapa daerah deflasi. Kondisi ini yang tidak memungkinkan untuk menaikkan tahun depan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi keputusan yang dilakukan oleh tiga kepala daerah. Yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Tengah, dan Gubernur DIY yang telah memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 dan tidak mengacu terhadap Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Baca juga: Upah Minimum Tak Naik, Tahun Depan Subsidi Gaji Berlanjut?

"Hal ini benar, karena menggunakan PDB (Produk Domestik Bruto). Yaitu caranya menghitung year to year, dari September 2019 sampai September 2020," katanya melalui tayangan video yang diterima Kompas.com, Minggu (1/11/2020).

Bahkan, Said menilai bahwa SE Menaker tersebut tidak tepat dijadikan pedoman atau acuan. Said Iqbal menegaskan, para kepala daerah harus memperhitungkan upah minimum dari kondisi perekonomian serta inflasi masing-masing daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com