Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Omnibus Law, Birokrasi, Demokrasi, dan Penerbangan

Kompas.com - 03/11/2020, 05:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini kita semua dihebohkan oleh munculnya Omnibus Law, sebuah terobosan yang diprakarsai oleh Presiden Jokowi dalam upaya menembus hambatan birokrasi terutama dalam proses mengurus berbagai macam perizinan. Hal ini terutama sekali di prioritaskan bagi kemudahan para investor untuk dapat dengan mudah mengembangkan usahanya.

Sudah menjadi rahasia umum tentang proses perijinan ini yang banyak dikeluhkan oleh para pengusaha. Omnibus Law bukanlah sesuatu yang baru dari keinginan Presiden Jokowi, karena sejak beliau menjabat sebagai wali kota Solo, maka salah satu karya besarnya adalah menyederhanakan banyak prosedur adminstrasi pemerintahan dalam jajarannya.

Memangkas prosedur yang berbelit-belit sekaligus menyederhanakan banyak peraturan yang tumpang tindih, memang merupakan salah satu kunci sukses dari kenerja pemerintahan yang sekaligus akan mempermudah upaya mencapai kesejahteraan masyarakat luas.

Tidak terlalu jelas tentang apa yang menjadi penyebab utama, akan tetapi kenyataannya yang terjadi adalah meluasnya penolakan terhadap gagasan Omnibus Law yang bahkan diiringi dengan demonstrasi yang anarkis di beberapa kota besar di Indonesia.

Ada penilaian tentang Omnibus Law ini yang terlalu dipaksakan, dalam arti terburu-buru dilakukan saat kita semua sibuk menghadapi pandemi Covid-19. Ada pula penilaian yang menyebutkan bahwa Omnibus Law sangat kurang disosialisasikan sebelumnya, sehingga dengan mudah dijadikan bahan untuk mengerahkan masa untuk berdemonstrasi menolak kebijakan itu.

Lebih dari itu bahkan banyak pula kalangan intelektual terpelajar dan para akedemisi yang mengulas secara detil isi dari Omnibus Law tersebut dengan kesimpulan banyak terdapat kekurangan dalam pasal-pasal di Omnibus Law tersebut. Pada intinya terlihat dipermukaan penolakan yang sangat kuat dari banyak pihak.

Sepintas, penolakan yang muncul terhadap Omnibus Law tentu saja menjadi sangat dipahami bila mengingat bahwa Omnibus Law bertujuan memangkas banyak prosedur dalam jajaran birokrasi terutama dalam masalah peijinan usaha.

Dengan dimudahkannya mekanisme perizinan, maka dipastikan akan banyak dampak yang terjadi bagi mereka yang selama ini justru menikmati kesemrawutan prosedur birokrasi dalam berbagai hal yang menyangkut perijinan. Pungutan liar yang selama puluhan tahun berjalan dengan “bebas” nya, seolah terlindungi oleh banyaknya peraturan, kini akan disederhanakan.

Omnibus Law memang bertujuan terutama sekali menutup kesempatan banyak orang untuk melakukan korupsi yang selama ini sudah merajalela. Sekali lagi, dengan Omnibus Law ini maka akan ada banyak pihak yang merasa dirugikan. Terlepas dari masih banyaknya kekurangan dari Omnibus Law ini, patut disayangkan langkah strategis Presiden yang sangat brilian ini mendapat tentangan yang luas.

Penolakan terhadap banyak hal menyangkut Omnibus Law terutama sekali mengarah kepada isi dari Omnibus Law itu sendiri. Yang pasti ide yang sangat bagus yang melatarbelakangi niat dari Omnibus Law seolah tenggelam dalam hiruk pikuk penolakan terhadap isi dari Omnibus Law. Serangan- serangan terhadap Omnibus Law selalu saja berlindung di bawah jargon demokrasi yang melegalkan soal perbedaan pendapat.

Atas nama demokrasi, selama ini yang terlihat semata adalah harus adanya kelompok oposisi untuk mengawasi kebijakan pemerintah. Di sisi lainnya persepsi tentang perbedaan pendapat adalah persoalan yang biasa dalam berdemokrasi. Lebih jauh lagi, demokrasi juga sering ditonjolkan dalam masalah kebebasan berbicara, yang kemudian terlihat kebablasan jauh dari unsur yang konstruktif.

Terlihat sekali banyak pihak yang sangat menikmati demokrasi yang seolah menempatkan diri sebagai bebas sekali yang tanpa batas. Pada akhrinya, maka bisa saja orang berkesimpulan bahwa dalam eforia berdemokrasi dengan sekian banyak kebebasan yang diperoleh, membawa kita semua pada apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita bersama dalam bernegara.

Realitanya terlihat negara sudah sebagai bangsa yang terpecah. Satu pihak pendukung pemerintah yang sah, dan pihak lainnya yang menentang apapun yang menjadi kebijakan pemerintah. Kondisi yang sangat menyedihkan, karena unsur persatuan nasional menjadi sebuah hal yang jauh panggang dari api. Padahal, tanpa persatuan yang erat akan sangat sulit negara ini untuk dapat bekerja dalam mencapai cita-citanya.

Sepintas terlihat, demokrasi justru telah menghasilkan kelompok yang gemar berdemonstrasi dengan brutal dan anarkis, jauh dari tingkah laku sopan santun yang beradab.

Selain dalam perspektif birokrasi dan pemahaman keliru dalam berdemokrasi, Omnibus Law ternyata memberikan juga rasa optimis pada bidang penerbangan. Tercantum antara lain dalam Omnibus Law beberapa peraturan yang cenderung memudahkan bagi mereka yang akan memulai bisnis di bidang penerbangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com