JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Raden Pardede mengatakan, kontraksi ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19 merupakan yang terdalam sejak perang dunia kedua.
Pada tahun 1945-1946, ekonomi global terkontraksi hingga -15,4 persen. Sementara di tahun 2020 ini, ekonomi dunia diprediksi akan terkontraksi hingga -6,2 persen.
Sedangkan di tahun-tahun sebelumnya, kontraksinya lebih kecil, yakni -2,9 persen tahun 2009, -0,3 persen tahun 2001, -1,3 persen tahun 1982, dan -0,8 persen tahun 1975.
Baca juga: Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen, Indonesia Resmi Resesi
"Dunia (saat ini) mengalami resesi terhebat, sejak perang dunia kedua. Kita bisa lihat (pertumbuhan ekonomi) terakhir yang paling berat adalah tahun 1945-1946 di mana ekonomi dunia mengalami kontraksi," kata Raden dalam Seminar Transformasi Ekonomi Universitas Islam Bandung secara virtual, Kamis (5/11/2020).
Resesi hebat yang terjadi sejak perang dunia kedua ini wajar membuat seluruh negara belajar dan mencari cara penanganan yang tepat. Pemerintah Indonesia, kata Raden, juga mencari cara yang terbaik.
"Kita tentu sangat bersedih dan sangat concern terhadap tingkat kematian yang jumlahnya 13.000 jiwa sekarang ini. Itu kita sangat sesali, mestinya bisa lebih rendah. Tapi kita juga harus membandingkan dengan negara lain dan belajar," ucap dia.
Lebih lanjut Raden mengungkap, pola belajar tiap negara berbeda-beda sehingga penanganannya pun tidak sama. Masing-masing negara melakukan respons sesuai dengan ukuran negaranya.
Karena kondisi penduduk dan geografisnya berbeda, tiap negara pun tidak bisa dibandingkan dalam hal penanganan Covid-19. Negara kepulauan seperti Indonesia misalnya, tidak bisa dibandingkan dengan negara daratan.
Baca juga: Indonesia Resmi Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Negatif Diprediksi hingga Kuartal IV
Begitu pula dengan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta tidak bisa dibandingkan dengan jumlah penduduk New Zealand, yang hanya sekitar 4 juta.
"Kemudian sistem pemerintahan yang dianut negara berbeda-beda, mengakibatkan keluaran respons berbeda. Mudah-mudahan ke depan makin lama makin baik cara penanganan kita terhadap Covid-19 ini," pungkas Raden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.