Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengawasan Regulator Jadi Sorotan Saat Ada Kasus, Ini Kata OJK

Kompas.com - 17/11/2020, 12:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peran pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selalu diperbincangkan jika ada kasus di industri jasa keuangan yang mencuat ke publik.

Sebut saja seperti kasus pembobolan bank hingga kasus di industri asuransi yang sulit mengembalikan uang nasabah ketika jatuh tempo.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara mengatakan, OJK sebetulnya sudah mengatur industri jasa keuangan secara ketat.

Baca juga: Tak Perlu ke Cabang, Print Transaksi Rekening BCA Bisa Pakai Fitur e-Statement

Ibaratnya seperti polisi lalu lintas yang memberikan beberapa peraturan kepada pengguna jalan.

Pengguna jalan ini harus mematuhinya karena diawasi oleh OJK.

Namun, jika tidak, OJK akan mengenakan sanksi kepada pelanggar tersebut.

*Semua sudah dikasih aturannya, terus kita awasi. Kalau ada misalnya kendaraan umum yang melanggar aturan, OJK itu tidak ada di dalamnya. Yang adalah di dalamnya itu dewan direksi, kemudian pengawasnya kalau ada komisarisnya, dan sebagainya," kata Tirta dalam Webinar IMA tentang Perlindungan Konsumen secara virtual, Selasa (17/11/2020).

Tirta menuturkan, OJK saat ini sudah memiliki sistem pengawasan bank bernama OJK Box (OBOX).

OBOX merupakan sebuah aplikasi yang memungkinkan bank meningkatkan alur informasi kepada OJK, terutama yang bersifat transaksional.

Artinya, OJK bisa mengakses data bank secara real-time guna mengawasi alur transaksi di perbankan.

"Tapi ini belum lama baru sekitar 1 tahun belakangan kita lakukan. Ini bisa langsung (terlihat data transaksinya) seperti pengawasan CCTV. (Industri jasa keuangan) yang lainnya kita awasi juga," sebut Tirta.

Selain melalui sistem, regulator juga berusaha melindungi konsumen dengan pengawasan market conduct.

OJK akan mengawasi perilaku jasa keuangan kepada konsumennya. Jika merugikan, OJK akan menegur dan memberi sanksi kepada penyelenggara.

"Sebuah LJK (Lembaga Jasa Keuangan) bisa saja profitable, tapi merugikan konsumennya. Ada hidden cost (biaya tersembunyi), ini tidak adil. Itulah yang diawasi oleh market conduct, hubungan antara bank dengan konsumen," ucap Tirta.

Baca juga: Bakal Melantai di Wall Street, Airbnb Siapkan Saham untuk Dana Abadi

Periklanan produk jasa keuangan tak luput dari pengawasan OJK.

 

Sejak Januari 2020 hingga 22 September 2020, ada 3.224 atau 31 persen dari 10.361 iklan produk jasa keuangan yang melanggar.

Dilihat dari jenis pelanggarannya, 94 persen pelanggaran karena tidak jelas, 5 persen memberikan informasi yang menyesatkan, dan 1 persen tidak akurat.

Pelanggaran terbanyak terjadi di sektor perbankan 72 persen dan industri keuangan nonbank (IKNB) 27 persen.

"Kemudian ketika dia menjual (produk) agennya diawasi. Ini ke depan kita rekam sekalian. Harus ada transparansi produk, tidak boleh ada hidden cost (biaya tersembunyi yang memberatkan konsumen) dari produk yang dijual," pungkas Tirta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com