Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem, Nelayan Waswas

Kompas.com - 14/12/2020, 12:37 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Cuaca ekstrem yang terjadi secara merata di daerah pesisir satu bulan terakhir membuat nelayan ketar-ketir.

Risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran menghantui dari datangnya cuaca ekstrem tersebut.

Belum lagi implementasi UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan masih kurang. Padahal, UU menjamin keamanan dan keselamatan bagi nelayan, serta memberikan bantuan hukum.

“Jika melihat keadaan di lapangan saat ini, terlihat minimnya strategi perencanaan dan penganggaran untuk memberi perlindungan, pengawasan, pencegahan, dan penanganan kebencanaan yang berdampak kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam,” kata Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan dalam siaran pers, Senin (14/12/2020).

Baca juga: KKP dan Basarnas Evakuasi Nelayan Indonesia yang Tenggelam di Perbatasan RI-Malaysia

Dani mengungkapkan, pihaknya menerima laporan sementara dari pengurus daerah KNTI di 11 kabupaten/kota dalam 1 bulan terakhir.

Tercatat, ada sekitar 55 kapal nelayan kecil rusak di Surabaya, Semarang, Sumenep, Bangkalan, Tuban, dan Serdang Bedagai.

Puluhan rumah nelayan ataupun masyarakat pesisir juga mengalami kerusakan akibat dihantam gelombang dan angin kencang.

Di Kota Pekalongan, tanggul penahan air rusak membuat air masuk ke rumah-rumah warga selama berhari-hari. Hal ini dialami juga oleh masyarakat pesisir di Tanjungbalai, Asahan, dan Kota Medan.

"Cuaca ekstrem mengakibatkan aktivitas sektor perikanan lumpuh. Ratusan ribu nelayan kecil dilaporkan tidak bisa melaut karena gelombang tinggi dan angin kencang," sebut Dani.

Sementara di Jawa Timur seperti di Gresik, Tuban, dan Surabaya, nelayan yang memaksakan diri melaut karena kebutuhan mendesak akhirnya menimbulkan risiko keselamatan yang besar.

Di Bangkalan, nelayan KNTI melaporkan, rumpon milik nelayan hilang hanyut terbawah arus, robohnya dinding penahan ombak, kehilangan bibit mangrove, hingga korban jiwa akibat terseret arus.

Dampak lain juga dirasakan oleh pembudidaya ikan di Indramayu, sekitar 200 hektar areal tambak ikan pembudidaya tenggelam oleh rob dan hujan ekstrem, pun demikian dengan aktivitas petambak garam.

"Kondisi ini merupakan kejadian rutin yang cenderung terus memburuk dampaknya bagi nelayan dan pembudidaya dari tahun ke tahun. Tetapi sayangnya, kejadian luar biasa ini tidak melahirkan tindakan luar biasa dari pemerintah," tukas Dani.

Desakan KNTI

Banyaknya permasalahan di masyarakat pesisir karena cuaca ekstrem ini, KNTI mendesak agar pemerintah pusat dan daerah menyusun strategi yang komprehensif, terutama daerah yang memiliki wilayah pesisir.

Strategi itu termasuk menyediakan payung hukum yang kuat untuk membuat skema adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau kecil, khususnya bagi nelayan dan pembudidaya.

“Mengingat dampaknya yang semakin memburuk, langkah-langkah cepat juga perlu diambil segera untuk mengatasi kedaruratan akibat dampak cuaca ekstrem yang dialami oleh nelayan dan masyarakat pesisir saat ini,” pungkasnya.

Baca juga: Omnibus Law Langgengkan Nelayan Besar hingga Reklamasi Teluk Jakarta? Ini Kata KKP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com