Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPK: Anggaran Penanganan Covid-19 Capai Rp 1.035,25 Triliun

Kompas.com - 29/12/2020, 21:11 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan, anggaran penanganan pandemi Covid-19 yang telah digelontorkan mencapai Rp 1.035,25 triliun. Anggaran ini terbagi dari berbagai sumber dana.

"Selama pandemi Covid-19, BPK secara aktif mengawal perencanaan APBN dan pengelolaan dana penanganan Covid-19,” ujar Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Bambang Pamungkas dalam acara Media Workshop BPK secara virtual, Selasa (29/12/2020).

Ia merinci, dana penanganan pandemi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 937,42 triliun, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp 86,36 triliun. Serta, dari sektor moneter sebesar Rp 6,50 triliun.

Baca juga: Realisasi Anggaran Covid-19 Baru Rp 268,3 Triliun, Ini Rinciannya

Kemudian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 4,02 triliun, sedangkan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar Rp 320 miliar. Terakhir, dari dana hibah dan masyarakat senilai Rp 625 miliar.

Bambang mengatakan, pemeriksaan audit terhadap anggaran penanganan pandemi Covid-19 diperlukan untuk menilai efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara di masa darurat saat ini.

Sehingga fokus pemeriksaan dilakukan dengan mengetahui seberapa besar dana yang dialokasikan dan direalisasikan, serta apakah manfaat dan fasilitas bantuan telah tepat sasaran ke pihak yang memang berhak.

Selain itu, dengan melihat apakah ada potensi pelanggaran ketentuan dan penyalahan anggaran dalam pelaksanaannya. Lalu apakah penyediaan barang dan jasa sudah sesuai undang-undang (UU) atau tidak.

"Jadi apakah anggaran itu telah tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas. Ini dicatat untuk jadi pertanggungjawaban," kata Bambang.

Ia mengatakan, dalam penanganan pandemi, BPK telah memberikan masukan kepada pemerintah agar mengubah Peraturan Presiden 72/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 menjadi UU.

Di sisi lain, dia menilai, penanganan Covid-19 memiliki beberapa risiko terkait pemeriksaan. Pertama, risiko kepatuhan terhadap UU dan ketentuan yang dapat menimbulkan implikasi risiko hukum.

Kedua, risiko strategis dalam pencapaian tujuan implementasi kebijakan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Ketiga, risiko operasional, yakni terkait terkendalanya implementasi kebijakan di lapangan karena kompleksitas sistem.

Keempat, risiko kecurangan dan integritas. Ini bisa dialami pemerintah karena adanya tindakan kecurangan, penyalahgunaan, wewenang, penunggang bebas, dan bahaya moral.

Serta risiko keuangan, yakni sejauh mana pemerintah menjaga ketergantungan pada pembiayaan eksternal.

“Risiko pemeriksaan itu harus dimitigasi BPK, dalam hal ini dengan melakukan pemeriksaan yang terus dilakukan agar kualitas dari pemeriksaan dan manfaatnya dapat dirasakan para stakeholder," pungkas Bambang.

Baca juga: Jokowi dan Sri Mulyani Pernah Beri Peringatan untuk Pelaku Korupsi Anggaran Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com