KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

2021, Saatnya Berkreativitas…

Kompas.com - 02/01/2021, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2020 sudah kita lewati. Pada tahun itu, kita sudah mengalami keresahan, ketidakberdayaan, dan kecemasan.

Namun, dengan tutupnya 2020, tidakkah kita mau mengubah persepsi untuk tahun ini sebagai annus mirabilis—tahun 2021 sebagai tahun yang penuh harapan, sukacita, dan memberikan berkah? Adakah individu di muka bumi ini yang berpengharapan lain?

Selain keresahan dan kecemasan, pada 2020, kita juga melihat negara-negara yang tadinya perang dingin melakukan pendekatan pada negara yang sudah berhasil mendapatkan kemajuan dalam produksi vaksin.

Situasi ini membuat kita optimistis. Pada saat kepentingan bersama dan kemanusiaan ada di depan, ternyata dunia bisa bekerja sama dengan mesra. Ini membawa spirit kooperasi global yang menjanjikan.

Pada 2020, kita juga mengenal lebih dalam soal kemanusiaan. Kita prihatin dengan teman yang terpapar virus, kehilangan pekerjaannya, atau bahkan kehilangan anggota keluarga.

Banyak gerakan filantropi bermunculan untuk membantu sesama. Ini pun buah dari pengalaman pada 2020 yang tidak bisa kita sepelekan. The spirit of generosity is alive and well.

Lebih banyak berimajinasi

Kita tidak bisa berkutat dengan kesulitan yang ada, tetapi harus melihat ke depan. Kita butuh menyegarkan diri masing-masing dengan sikap yang baru dan mengelola tingkah laku dengan lebih baik.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Kita harus percaya pada imajinasi, kapasitas untuk berkreasi, berevolusi, dan menggarap mental model dari produk atau situasi yang belum ada. Kita perlu menciptakan kesempatan baru dan membuat lorong perkembangan.

Dalam tekanan, kita merasa hasrat berinovasi mengempis. Namun, bila melihat sejarah, justru pada saat-saat resesilah terjadi turning point pada perusahaan-perusahaan yang berinovasi. Misalnya Apple yang mampu meluncurkan iPod pada 2001 ketika terjadi resesi ekonomi di Amerika Serikat.

Dengan imajinasi, kita bisa memiliki kekuatan lebih untuk beradaptasi, bahkan berkreasi dan membentuk lingkungan baru. Misalnya, dalam krisis Covid-19 seperti ini, kita bisa saja hanya berfokus pada sikap reaktif dan bertahan di resesi atau langsung memikirkan rebound dan kemudian reinventing.

Ternyata, dari 250 perusahaan yang diteliti, sebagian besar perusahaan hanya melakukan tindakan reaktif dan hanya sedikit yang berusaha untuk melakukan reinventing.

Lantas, bagaimana cara meningkatkan kapasitas imajinasi?

Untuk mendapatkan ide cemerlang, kita tidak bisa mengandalkan satu bagian atau pimpinan saja. Setiap orang perlu berpikir keras untuk mendapatkan ide dan jalan keluar dari masalah organisasi.

Oleh karena itu, kita perlu menata ulang diri dengan kebiasaan-kebiasaan seperti berikut.

1. Luangkan waktu untuk refleksi

Krisis membuat kita reaktif dan sulit melihat gambaran besar situasi. Alih-alih menggambar masa depan, kita bereaksi fight and flight seolah dikejar oleh predator.

Sistem saraf seperti ini membuat fokus kita semakin sempit. Sistem parasimpatetik yang berfungsi untuk rest and digest tidak bekerja.

Untuk itu, kita perlu melakukan balancing antara bereaksi, mengambil napas dalam-dalam, dan berelaksasi.

2. Ajukan lebih banyak pertanyaan terbuka

Dalam krisis, kita sering kali mengajukan pertanyaan yang mungkin tidak ada seorang pun yang bisa menjawab.

Daripada bertanya "apa yang akan terjadi pada kita?" yang membuat kita seolah tidak berdaya terhadap situasi, lebih baik bertanya “bagaimana kita menciptakan pilihan-pilihan baru?“ atau “apa yang dibutuhkan pelanggan saat ini?”

3. Mental bermain adalah kunci kreativitas

Dalam menghadapi krisis, kita memang perlu merespons serius. Namun, terlalu serius juga bisa menjadi penghambat.

Kita bisa memunculkan ide-ide yang tidak biasa bila mengizinkan pikiran kita melompat-lompat, mencoba hal baru, dan berimajinasi yang tidak mungkin.

"Creativity is the rearrangement of existing knowledge into new, useful combinations," ungkap Chairman Lego Brand Group Jorgen Vig Knudstorp.

Just like playing with Lego bricks, this can lead you to valuable innovations—like the Google search engine or the Airbnb business model,” katanya lagi.

4. Siapkan wadah untuk brainstorming

Imajinasi memang terjadi secara individual. Namun, bila ide atau hasil imajinasi ini tidak ditangkap dan ditindaklanjuti, ia akan kandas di tengah jalan.

Kuncinya adalah menampung semua ide dan imajinasi ke dalam sebuah wadah untuk secara berkala dibicarakan tanpa birokrasi, hierarki, dan pertimbangan finansial.

5. Cari anomali dan hal yang tidak diduga-duga

Pertanyaan “apa yang tidak cocok di sini?” bisa memberikan ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Misalnya, kita bisa bertanya, “mengapa negara-negara, seperti Korea, Jepang, dan China bisa menanggulangi virus ini dengan lebih cepat?” atau “apakah mereka menggunakan strategi yang berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya?”

6. Kuatkan eksperimen

Ide hanya akan berguna bila bisa diimplementasikan. Dengan bujet kecil sekalipun, kita bisa menguji ide kita dalam situasi nyata.

Ambil contoh pendiri Lego, Ole Kirk Christiansen. Sebelum mendirikan Lego, ia adalah seorang produsen barang-barang rumah tangga, seperti furnitur, tangga, dan meja setrika. Namun, pada masa depresi di Eropa pada 1930, ia memulai membuat mainan.

Ternyata pada saat itu, konsumen memang tidak membangun rumah, tetapi tetap membelikan mainan untuk mengisi waktu anak-anaknya. Ia pun berhasil.

7. Gantungkan harapan setinggi langit

Bila kehilangan harapan, kita akan mengadaptasi mindset yang pasif. Hal ini menyebabkan kita berhenti berpikir.

Sebenarnya, semua krisis mengandung benih kesempatan. Namun, ini hanya berlaku bila kita memang menggantungkan harapan positif dan optimisme.

Never in our lifetimes has the power of imagination been more important in defining our immediate future,” ujar CEO Stanley Black & Decker, Jim Loree.

Marilah kita memasuki 2021 dengan optimisme dan berfokus pada kreativitas, kekuatan imajinasi, dan kegigihan berusaha pada tahun mendatang ini.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com